Selama 10 tahun Presiden Jokowi berkuasa, 17 bandara dari total 34 bandara turun kelas dari internasional ke domestik. Karena sepinya penumpang. Nah, sudah tahu penumpang sepi, pembangunan bandara gencar dilakukan.
Alhasil, banyak sekali bandara warisan Jokowi yang sepi penumpang. Tentu saja, maskapai penerbangan pun menutup rute-rute ke bandara tersebut.
Atas kenyataan ini, banyak sekali alasan yang dikemukakan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Termasuk menyalahkan pandemi COVID-19 yang masuk ke Indonesia pada 2020-2021.
“Mengapa (bandara kosong)? Satu, memang populasi pesawat di dunia itu menurun drastis, karena beberapa hal, pabrikan yang besar juga tidak terlalu sehat,” kata Menhub Budi, Jakarta, dikutip Rabu (2/10/2024).
Selain itu, kata dia, ketersediaan suku cadang juga terpengaruh, terutama buatan Rusia dan Ukraina yang tidak dapat bisa dikirimkan. Berdampak kepada banyaknya penerbangan di Indonesia terganggu.
“Yang kedua sparepart yang tadinya diandalkan itu collapse pada saat COVID-19, bahkan sebagian sparepart dari Rusia dan Ukraina, tidak terdelivery,” ujarnya.
Dia menegaskan, pentingnya keselamatan menjadi alasan utama mengapa penerbangan tidak bisa dijalankan jika suku cadang tidak tersedia.
“Sehingga penerbangan kita yang ada di Indonesia bahkan banyak yang tidak beroperasi, ada tongkrongannya, ndak bisa berjalan. Karena sparepart-nya nggak ada. Dan safety-nya tinggi sekali sehingga kita tidak bisa menjalankan itu,” tuturnya.
Tak hanya itu, Menhub Budi menyebut pelemahan daya beli masyarakat berdampak kepada sepinya penumpang pesawat terbang.
Dalam beberapa kasus, lanjutnya, tarif penerbangan harus mencapai batas atas agar leasing dan biaya avtur dapat dibayar.
“Memang harus jujur ya, daya beli masyarakat itu turun. Katakanlah tujuan tertentu, tujuan tertentu harus dipenuhi dengan 70 persen dengan tarif harus batas atas, kalau tidak leasingnya, avturnya tidak bisa dibayar,” terangnya.
Dia mengakui, Presiden Jokowi gencar membangun bandara sejak memerintah pada 2014. Tujuannya baik yakni memenuhi kebutuhan moda transportasi udara hingga pelosok daerah di Indonesia.
Saat pembangunan bandara gencar dilakukan, kata Menhub Budi, jumlah pesawat yang beroperasi mendekati 700 unit. Namun setelah pandemi COVID-19, merosot tajam menjadi 300 unit.
Saat ini, kata dia, jumlah pesawat yang beroperasi sekitar 420 unit, atau terhitung stagnan tanpa ada peningkatan yang signifikan. “Angka itu enggak bisa naik-naik sampai sekarang,” kata Menhub Budi.
Meski begitu, Menhub Budi, tidak menyebut bandara mana saja yang mengalami kekosongan penerbangan.
Dalam dua periode pemerintahan Jokowi, berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dua periode pemerintahan Jokowi telah membangun 27 bandara baru dan rehabilitasi 64 bandara di seluruh Indonesia.
Pada 2 April 2024, dikeluarkan Keputusan Menteri Nomor 31/2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional. Di mana, sebanyak 17 dari 34 bandara berstatus Internasional, diturunkan kelasnya menjadi bandara domestik.
Artinya, hanya 17 bandara yang melayani penerbangan internasional, separuhnya yang 17 bandara hanya menjadi tempat persinggahan pesawat untuk penerbangan luar negeri temporer.
Makna dari penerbangan luar negeri temporer, menurut Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 40 Tahun 2023, adalah penerbangan haji, acara kenegaraan, penanganan bencana hingga kepentingan ekonomi nasional.
Dan, alasan penurunan kelas bandara karena sepinya penumpang, sehingga maskapai menilainya tidak efisien. Ke-17 bandara yang turun kelas menjadi bandara domestik adalah: Bandara Maimun Saleh (Sabang), Raja Sisingamangaraja XII (Silangit), Raja Haji Fisabilillah (Tanjung Pinang), Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), HAS Hanandjoeddin (Tanjung Pandan), Husein Sastranegara (Bandung).
Bandara Adisutjipto (DIY), Ahmad Yani (Semarang), Syamsuddin Noor (Banjarmasin), Bandara Banyuwangi (Banyuwangi), Supadio (Pontianak), Juwata (Tarakan), El Tari (Kupang), Pattimura (Ambon), Frans Kaisiepo (Biak), Mopah (Merauke), dan Adi Soemarmo (Solo).