Presiden AS Donald Trump bercanda bahwa ‘tarif’ adalah salah satu kata favoritnya. Pada Rabu (2/4/2025) besok, ia akan mengumumkan serangkaian ‘tarif timbal balik’ yang akan mengguncang perdagangan global.
Idenya adalah untuk mengatasi apa yang dikatakan Trump sebagai ketidakseimbangan perdagangan tidak adil karena AS mengimpor lebih banyak barang daripada yang diekspornya. Meskipun rincian mengenai putaran pajak impor Trump berikutnya masih samar, perekonomian beberapa negara diperkirakan akan terpukul lebih keras dibandingkan yang lain.
Setidaknya ada 15 negara, termasuk di Asia, yang bakal paling terkena dampak dari kebijakan baru Trump ini atau yang dikenal dengan istilah ‘Dirty 15’. Dicetuskan Menteri Keuangan Scott Bessent, istilah ini merujuk pada 15 persen ekonomi yang menanggung sebagian besar ketidakseimbangan perdagangan dengan AS sambil mengenakan tarif tinggi dan hambatan non-tarif lainnya pada barang-barang AS.
Bessent tidak menyebutkan nama 15 mitra dagang ini tetapi menurut data dari Departemen Perdagangan AS, China memiliki surplus perdagangan terbesar dengan AS pada 2024, sebesar US$295,4 miliar. Disusul Uni Eropa, Meksiko, Vietnam, Irlandia, Jerman, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Kanada, India, Thailand, Italia, Swiss, dan Malaysia.
Beberapa negara dengan perekonomian besar telah berupaya menenangkan AS menjelang pengumuman tarif. Vietnam, yang memiliki surplus perdagangan sebesar US$123,5 miliar dengan AS pada 2024, menandatangani kesepakatan energi dan mineral senilai US$4 miliar bersama perusahaan-perusahaan AS ketika menteri perdagangannya baru-baru ini mengunjungi Washington.
Kesepakatan yang sangat berarti ini ditujukan untuk membangun perdagangan yang “seimbang dan harmonis” dan akan menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan bagi pekerja di kedua negara, kata PetroVietnam Power Corporation.
Menteri Perdagangan dan Perindustrian India melakukan beberapa kunjungan ke AS untuk menyelesaikan sejumlah isu utama. Negara tersebut dilaporkan terbuka untuk memangkas tarif impor AS senilai US$23 miliar. Korea Selatan juga telah mengirim kementerian perindustriannya ke Washington untuk mencari bantuan sekaligus mengaktifkan strategi daruratnya.
Taiwan, yang mengalami peningkatan surplus perdagangan sebesar US$26,1 miliar dengan AS, sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan berbagai respons terhadap potensi tarif baru dari AS, termasuk meningkatkan impor energi dan mengurangi tarif untuk negara pulau itu guna menyeimbangkan perdagangan bilateral.
Ada kemungkinan tarif Trump akan berumur pendek jika ia merasa dapat mencapai kesepakatan setelah memberlakukannya. “Saya tentu terbuka untuk itu, jika kita bisa melakukan sesuatu,” kata Trump kepada wartawan. “Kita akan mendapatkan sesuatu untuk itu.”
Trump telah menggembar-gemborkan pengumumannya mengenai tarif timbal balik sebagai ‘Hari Pembebasan’ karena kebijakannya bertujuan untuk membebaskan ekonomi AS dari ketergantungan pada barang-barang asing.
“Kami akan mengenakan biaya kepada negara-negara yang melakukan bisnis di negara kami dan mengambil pekerjaan kami, mengambil kekayaan kami, mengambil banyak hal yang telah mereka ambil selama bertahun-tahun,” kata Trump minggu lalu ketika ia mengumumkan tarif otomotif sebesar 25 persen.
“Mereka telah mengambil begitu banyak hal dari negara kita, kawan maupun lawan. Dan, sejujurnya, kawan sering kali jauh lebih buruk daripada lawan,” tambahnya.