Market

2.422 Peserta Tax Amnesty Ingkar Janji Pulangkan Harta Rp16 Triliun

Selasa, 04 Okt 2022 – 21:14 WIB

Direktorat Jenderal Pajak

Ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) Jilid II, 2.422 wajib pajak tak merepatriasi alias ogah memulangkan asetnya senilai Rp16 triliun. Siap-siap kena sanksi PPh final.

Menghadapi 2.422 peserta tax amnesty jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tak bisa apa-apa juga. Hanya bisa mengirimkan email kepada para pengemplang pajak itu.

Berdasarkan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Direktur Ekstensifikasi dan Peniliaian DJP, Aim Nursalim menerangkan, seluruh peserta tax amnesty wajib merepatriasi harta bersihnya paling lambat 30 September 2022, atau tiga bulan sejak PPS berakhir.

“Kita telah mengirimkan email untuk mengingatkan agar segera menyampaikan repatriasinya, serta merealisasikannya dengan menyetorkan kepada bank dalam negeri,” kata Aim, Selasa (4/10/2022).

Terkait nilai aset atau harta yang harus direpatriasi, DJP punya catatan. Angkanya cukup gede lho. Senilai Rp16 triliun yang harus direpatriasi paling lambat 30 September 2022, sesuai komitmen wajib pajak dalam SPPH (Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta).

Selanjutnya, DJP akan menunggu respons dari 2.422 peserta tax amnesty itu. “Dari situ akan dilihat hasilnya seperti apa. Setelah itu, kami akan pantau dari pemantauan kita dan akan ditindaklanjuti,” jelasnya.

Oh iya, repatriasi perpajakan di Indonesia bermakna pengembalian akumulasi penghasilan, berupa aset dan harta dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke NKRI.

Ringkasnya, repatriasi ialah dana kembali ke Indonesia dan diinvestasikan di dalam negeri. Sehingga, repatriasi merupakan bukti konkrit nasionalisme seorang warga negara Indonesia. Penghasilan yang dicari di Indonesia, sebaiknya diinvestasikan kembali ke Indonesia yang diharapkan bisa mensejahterakan bangsa itu sendiri.

Kembali menyoal 2.422 wajib pajak yang belum merepatriasi asetnya itu, terancam sanksi berupa tambahan PPh Final.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021, mengatur sanksi tambahan PPh final menjadi lebih kecil, apabila wajib pajak memberitahukan kegagalan repatriasi, serta membayar sanksi secara sukarela.

Sebaliknya, sanksi akan lebih besar apabila kegagalan repatriasi ditemukan DJP hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Artinya, sang wajib pajak benar-benar tak punya itikad baik untuk mengikuti peraturan yang berlaku.

“Bagi yang mengikuti kita sepakat ini akan terus ikut, bagi yang tidak akan ditindaklanjuti. Namun bagi yang tidak, akan diperhitungkan PPh Finalnya,” jelas Aim.

Masih kata Aim, wajib pajak peserta PPS Skema I yang gagal repatriasi harta, dikenakan tambahan PPh final sebesar 4 persen apabila dibayar sukarela. Sebaliknya, bagi yang terkena SKPKB harus bayar lebih mahal 1,5 persen, atau 5,5 persen.

Sedangkan wajib pajak peserta PPS skema II yang gagal melakukan repatriasi harta, dikenakan tambahan PPh final sebesar 5 persen apabila dibayar sukarela, atau 6,5 persen jika melalui penerbitan SKPKB.

Dalam PMK 196/2022, sejumlah data yang harus disampaikan dalam laporan repatriasi, antara lain nama dan NPWP, kode dan nama harta, tanggal repatriasi, nilai harta yang direpatriasi dalam mata uang asal harta, hingga kurs yang digunakan wajib pajak saat mengungkapkan harta dalam SPPH.

Wajib pajak juga harus mencantumkan nilai bersih dalam bentuk rupiah, kurs yang digunakan saat repatriasi harta, nama bank tempat wajib pajak menempatkan dana repatriasi, serta nomor rekening penempatan harta yang direpatriasi.

Harta PPS yang direpatriasi oleh wajib pajak harus tetap berada di Indonesia selama 5 tahun, terhitung sejak diterbitkannya surat keterangan PPS.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button