Market

3 Kali Mangkir, DPR Bisa Panggil Paksa James Riady

Merasa dilecehkan, Komisi VI DPR melayangkan panggilan kedua untuk PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang Meikarta, serta bos Lippo Group, James Riady. Keduanya wajib hadir pada 13 Februari 2023. Kalau tidak bisa panggil paksa.

Panggilan kedua ini muncul lantaran pihak MSU dan James Riady tak memenuhi panggilan perdana Komisi VI DPR dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di ruang Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

“Komisi VI akan mengundang kembali Meikarta. Di dalam undangan ini tidak hanya Meikarta yang diundang, tapi juga Lippo Group (James Riady) sebagai pemilik Meikarta. Karena agenda (Komisi VI) padat, kemungkinan 13 Februari,” kata vokalis Komisi VI DPR, Andre Rosiade, Jakarta.

Politikus Gerindra ini merasa jengkel seraya mengingatkan pengembang Meikarta (PT MSU), serta pemilik Meikarta yakni James Riady, harus menghormati panggilan DPR. Tidak ada kelompok yang bisa mengatur negara, termasuk DPR.

“Lippo kita undang, tidak hanya Meikarta. Langsung pemilik perusahaannya. Meikarta ini kan pegawai. Kita panggil langsung konglomeratnya karena diduga yang ambil keputusan, ya keluarga besar,” tegas Andre.

Sedangkan, Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung menegaskan bahwa DPR bisa meminta bantuan kepolisian untuk melakukan panggilan paksa seluruh pihak yang tidak menghormati panggilan DPR.

Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “UU-nya jelas. DPR sebagai lembaga tinggi negara dan seluruh rapat yang terjadi di gedung ini, punya aturan hukum yang jelas. Kalau saya, ketimbang berpolemik sekarang, orangnya (Meikarta) juga tidak ada, kami ingatkan UU 17/2014,” tegas Martin.

Selanjutnya dia membacakan pasal 73 ayat 1 UU 17/2014. Bahwa DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya berhak memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat, secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR.

Dalam pasal 73 ayat 2 dijelaskan setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 73 ayat 3 menegaskan dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan.

“Dalam ayat 4, sebagaimana ayat 2, tidak hadir setelah dipanggil 3 kali berturut-turut, tanpa alasan yang sah, maka DPR berhak melakukan pemanggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian RI,” tegas Martin.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button