4 Bulan Pimpin Garuda, Wamildan Belum Mampu Perbaiki Keuangan, Utang Menggunung di Atas Aset


Empat bulan didapuk sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero/GIAA) Tbk, Wamildan Tsani Panjaitan yang alumni SMA Taruna Nusantara angkatan 1998, belum mampu menyehatkan keuangan maskapai pelat merah itu. Utang menggunung bahkan sudah di atas nilai asetnya.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2025, keuangan Garuda masih dihadapkan dengan kondisi yang berat. Yakni, ekuitas perusahaan dalam posisi negatif atau minus US$1,43 miliar per 31 Maret 2025. Dengan kurs Rp16.800/US$, angka tersebut setara Rp24 triliun.

Hal itu bisa terjadi karena utang atau liabilitas Garuda menggunung hingga US$7,88 miliar atau setara Rp132,4 triliun. Sedangkan nilai asetnya per kuartal I-2025 sebesar US$6,45 miliar atau setara Rp108,4 triliun.

“Hal-hal tersebut mengindikasikan adanya unsur ketidakpastian yang material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya,” tulis manajemen garuda, dikutip dari laporan keuangannya, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Masalah yang mendera maskapai yang didirikan pada 26 Januari 1949 itu, semakin berat manakala operasional dalam 3 bulan pertama  di 2025, justru mengoleksi kerugian alias tekor. Angkanya pun tak main-main sekitar US$76,48 juta. Atau nyaris Rp1,3 triliun.

Namun demikian, kerugian yang mendera Garuda jika dibandingkan kuata I-2024 yang mencapai US$87,03 juta atau Rp1,5 triliun. Anjloknya kerugian GIAA didorong pendapatan naik 1,62 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$723,56 juta atau Rp12,2 triliun dibandingkan US$711,98 juta atau Rp12 triliun di kuartal I-2024.

Raupan pendapatan usaha GIAA dikontribusikan terbesar dari operasi penerbangan senilai US$668,56 juta (Rp11,2 triliun). Kemudian, segmen usaha jasa pemeliharaan pesawat menyumbang pendapatan usaha sebesar US$95,36 juta (Rp1,6 triliun).

Lalu, pendapatan dari operasi lain-lain sebesar US$93,7 juta (Rp1,5 triliun). Adapun, GIAA mencatatkan beban usaha yang naik 2,19 persen secara tahunan (yoy), menjadi US$718,35 juta (Rp12,1 triliun) pada 3 bulan pertama 2025, dibandingkan US$702,92 juta (Rp11,8 triliun) pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Setelah diakumulasi dengan pendapatan serta beban usaha lainnya maka rugi sebelum pajak GIAA mencapai US$88,73 juta (Rp1,5 triliun), menyusut dibandingkan rugi sebelum pajak pada periode yang sama tahun sebelumnya US$100,76 juta (Rp1,7 triliun).

Dalam laporan keuangan, manajemen Garuda menjelaskan pertumbuhan atas fundamental bisnis didukung oleh keberhasilan grup dalam melakukan restrukturisasi utangnya yang dituangkan dalam keputusan homologasi pada 27 Juni 2022.

Saat restrukturisasi, GIAA memperoleh pendanaan sejumlah Rp7,5 triliun dan Rp725 miliar yang berasal dari penyertaan modal negara atau PMN, serta PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Untuk periode yang berakhir pada 31 Maret 2025, GIAA pun mencapai laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi alias EBITDA positif sebesar US$197 juta (Rp3,3 triliun).