4 Kritikan Pedas Tokoh Internasional ke Jokowi Terkait Pilpres

Gelaran pilpres sudah usai, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah keluar sebagai pemenangnya. Sebagaimana ditetapkan Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari melalui berita acara KPU nomor 218/PL.01.08-BA/05/2024, yang dibacakan saat rapat pleno terbuka penetapan hasil Pemilu tahun 2024 secara nasional, di gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024).

Akan tetapi proses pemilu secara keseluruhan belum berakhir, masih menyisakan perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) atas tidak kepuasan terhadap hasil tersebut.

Kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar meminta adanya pemungutan suara ulang tanpa melibatkan Gibran, sedangkan kubu  Ganjar Pranowo-Mahfud Md memohon agar pasangan Prabowo-Gibran didiskualifikasi. Keduanya sama-sama mencurigai adanya campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memenangkan pasangan ini dalam gelaran Pilpres 2024.

Dunia Pelototi Demokrasi Indonesia

Kritikan pedas terkait dugaan campur tangan Presiden Jokowi bukan saja kencang di dalam negeri. Tapi juga diteriakan dari luar sana, sejumlah pengamat hingga media asing menyatakan adanya kemunduran demokrasi di Indonesia, menduga Jokowi cawe-cawe dalam gelaran Pilpres. Berikut tokoh-tokoh internasional yang mengkritik Jokowi:

1.  Bacre Waly Ndiaye

Pilpres 2024 jadi sorotan dalam Sidang Komite HAM PBB atau ICCPR di Jenewa Swiss, pada Selasa (12/3/2024). Masalah netralitas Jokowi dan pencalonan Gibran dipertanyakan oleh anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye.

post-cover
Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye. (Foto: Dok ICCPR)

Dia menyinggung putusan MK tentang perubahan syarat usia capres-cawapres jelang penyelenggaraan pemilu. Ndiaye menyebut kampanye yang digelar setelah putusan MK di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan capres-cawapres, sehingga memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan.

“Apa langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?” ucap Ndiaye mempertanyakan.

2. Ian Wilson

Jauh sebelum pemungutan suara digelar, Ian Wilson, pengamat politik asing dari Universitas Murdoch, Australia, sudah mengkhawatirkan tercederainya demokrasi di Indonesia. Ia menyebut kemunduran demokrasi di era Jokowi akan semakin terpuruk jika nantinya Prabowo memenangkan kontestasi.

“Dengan latar belakang kemunduran demokrasi di bawah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana demokrasi elektoral akan berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo,” ujar Ian Wilson yang juga Dosen Senior Politik, dan Pusat Penelitian Indo-Pasifik, Murdoch University, dalam tulisannya di blog Institut, Fulcrum.sg.

3. Natalie Sambhi

Analis kebijakan luar negeri, Natalie Sambhi mengakui bahwa Jokowi sudah berbuat banyak untuk negara. Tapi menurutnya, Jokowi juga banyak melakukan perusakan terhadap kemajuan yang diperoleh melalui perjuangan reformasi.

post-cover
Analis kebijakan luar negeri Natalie Sambhi (Foto: Dok. brookings.edu)

Secara teori, Jokowi meninggalkan lingkungan politik yang lebih permisif bagi penggantinya untuk terus melanjutkan agendanya. Ia juga meninggalkan warisan kemunduran demokrasi. “Akankah Prabowo memenuhi janji-janji Jokowi atau membawa negara ini ke arah yang berbeda? Hanya waktu yang akan memberitahu,” kata Natalie Sambhi, Nonresident Fellow – Foreign Policy, Center for East Asia Policy Studies, mengutip Brookings.edu.

4. Channel News Asia

Media yang berbasis di Singapura, mengungkapkan laporan perjalanan dinasti politik Jokowi, yang menurut penelusuran telah dimulai sejak awal 2019. Awal percobaan dimulai dari berhembusnya isu tiga periode.

Lalu putra Jokowi, Gibran dan menantunya Bobby Nasution tiba-tiba masuk dalam kancah politik dengan nihil pengalaman politik, keduanya sukses terpilih sebagai kepala daerah. “Semua ini kemudian bermuara pada putusan Mahkamah Konstitusi yang membuat Gibran layak maju menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto,” bunyi laporan itu. 

Sumber: Inilah.com