Gabungan pengemudi ojek online (ojol) se-Indonesia akan menggelar aksi besar-besaran pada Selasa, 20 Mei 2025. Tak hanya melakukan demonstrasi di sejumlah titik strategis di Jakarta dan kota besar lainnya, para pengemudi juga mengancam akan melakukan aksi offbid atau mematikan aplikasi secara serempak selama seharian penuh.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengatakan aksi ini merupakan bentuk protes terhadap aplikator yang dinilai melanggar regulasi tarif dan potongan biaya sewa aplikasi. Ia menyebut aksi ini akan berlangsung secara nasional, dengan estimasi keterlibatan hingga 500.000 pengemudi ojol dari berbagai aliansi.
“Ada beberapa aliansi yang ikut serta, antara lain APOB, GOGRABBER, TEKAB, SAKOI, dan GEPPAK. Aksi nanti diperkirakan akan digelar serentak di hampir seluruh kota besar seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Manado, dan Ambon,” ujar Igun dalam keterangan resminya, Senin (19/5).
Igun menyebut, gabungan pengemudi ojol akan melakukan aksi di tiga titik utama di Jakarta: Istana Merdeka, Kementerian Perhubungan, dan DPR RI. Selain itu, pemadaman aplikasi selama satu hari penuh diprediksi membuat layanan transportasi dan pengantaran online lumpuh di sejumlah kota.
“Pada 20 Mei, kami perkirakan pemesanan apa pun melalui aplikasi akan lumpuh sebagian ataupun total. Maka, masyarakat diminta memaklumi aksi ini sebagai bentuk perlawanan kami terhadap aplikator yang terus mengabaikan regulasi,” jelasnya.
Potongan Aplikasi & Payung Hukum
Dalam aksinya, para pengemudi membawa sejumlah tuntutan yang selama ini belum dijawab oleh pemerintah maupun perusahaan aplikator. Secara garis besar, mereka menuntut penurunan potongan sewa aplikasi dari kisaran 20–30 persen menjadi maksimal 10 persen, sebagaimana diatur dalam Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022.
Selain itu, pengemudi juga mendesak kehadiran payung hukum yang tegas bagi mitra pengemudi agar memiliki perlindungan sosial dan kepastian kerja. Mereka juga menuntut penindakan terhadap aplikator yang dianggap ‘nakal’ dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan.
Aksi 20 Mei ini menjadi lanjutan dari berbagai protes sebelumnya yang menyuarakan hal serupa, namun hingga kini dinilai belum mendapat respons konkret dari pihak terkait.
Dampak pada Layanan Publik
Potensi terganggunya layanan transportasi daring pada hari H tidak dapat dihindari. Garda Indonesia meminta maaf kepada masyarakat atas kemungkinan terhambatnya aktivitas akibat lumpuhnya layanan ojol.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Namun ini adalah langkah penting untuk menunjukkan bahwa pengemudi memiliki suara dan hak untuk diperlakukan secara adil,” pungkas Igun.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari aplikator terkait aksi 20 Mei. Pemerintah pun belum mengonfirmasi apakah akan melakukan mediasi atau tindakan untuk meredam aksi yang berpotensi berdampak luas ini.