6 PR Besar UU Cipta Kerja yang Ditinggalkan Jokowi untuk Prabowo


Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, mengungkapkan, Presiden terpilih Prabowo Subianto setidaknya akan menghadapi enam pekerjaan rumah utama dalam melanjutkan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang ditinggalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun keenam persoalan tersebut diungkap Arif dalam momentum Peluncuran Buku Harmonisasi Kebijakan dan Transformasi Keberlanjutan di Jakarta pada Kamis (17/10/2024).

Pekerjaan pertama ialah peningkatan koordinasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan.

“Jadi harus ada proses enabling agar kemudian koordinasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan ini dapat terjadi. Apalagi kalau bicara tadi mengenai PP 5 (Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko) yang melibatkan 21 kementerian dan lembaga, itu kan membutuhkan sebuah proses koordinasi yang memakan energi,” ucap Arif.

Arif juga menekankan pentingnya meaningful participation atau partisipasi yang bermakna dalam proses penyusunan kebijakan. Menurut dia, untuk mencapai kebijakan yang berkualitas, diperlukan waktu yang cukup guna memastikan bahwa setiap pihak yang terdampak dapat berkontribusi secara signifikan dalam perumusan aturan tersebut.

Sementara persoalan kedua yakni sosialisasi dan coaching clinic. Hal ini kata Arif sejalan dengan perintah Jokowi untuk terus menggencarkan sosialisasi UU Cipta Kerja.

“Karena memang ini adalah sebuah proses pembudayaan, sebuah proses habituasi. Nah yang namanya pembudayaan, habituasi agar kemudian kita hafal, agar kemudian kita ingat, kemudian menjadi sebuah cara kerja yang baru,” ungkapnya.

“Apalagi orang-orang di Kementerian dan Lembaga ini termasuk di daerah berpindah-pindah,” sambung dia.

Sementara, ketiga, penyederhanaan proses birokrasi dan regulasi. Karena memang harapan utama daripada UU Cipta Kerja ini kata Arif adalah debirokratisasi dan memberikan percepatan pelayanan yang lebih baik.

Adapun keempat, yakni percepatan single submission dan digitalisasi. “Karena proses birokrasi dan regulasi percepatan ini, instrumennya salah satunya adalah, digitalisasi,” katanya.

“Tadi kita bicara rencana detail kata ruang sebagai sebuah persyaratan dasar, maka kemudian ranahnya detail tata ruang, karena ini sudah mengarah kepada proses single submition, itu kemudian diharapkan kemudian juga menjadi peta digital,” sambung dia.

Kemudian yang kelima adalah kemudahan perlindungan dan pemberdayaan bagi UMK dan koperasi. Hal ini merujuk pada penyusunan pedoman khusus untuk kemitraan, guna membangun ekosistem yang mendukung pelaku usaha agar dapat berkembang dan naik kelas.

Sementara, keenam yaitu perlunya pemantauan, evaluasi, dan penguatan kelembagaan; serta kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi UMK dan koperasi.

“Jadi intinya kalau kita rumuskan secara sederhana dari sisi keberlanjutan, maka aspek harmonisasi kebijakan dan aksi percepatan, dalam konteks pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan pelaksanaannya, itu adalah kata kunci yang harus terus-menerus kita lakukan ataupun kita berlanjutkan,” kata dia menutup.