600 Ribu Anak Gaza Terancam Lumpuh karena Israel Memblokir Masuknya Vaksin


Setidaknya 602 ribu anak di Gaza, Palestina berisiko mengalami kelumpuhan permanen dan cacat kronis lainnya kecuali mereka segera menerima vaksin yang diperlukan. Dampaknya akan sangat serius dan dahsyat terhadap sistem perawatan kesehatan yang sudah babak belur.

Dalam pernyataan yang dibagikan di media sosial, kemarin, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan, pencegahan pendudukan Israel terhadap masuknya vaksin polio ke Jalur Gaza merupakan bom waktu yang mengancam penyebaran epidemi.

Kementerian tersebut menambahkan bahwa pencegahan masuknya vaksin merupakan bentuk penargetan tidak langsung terhadap anak-anak Gaza. Lembaga itu memperingatkan bahwa hal ini akan menghancurkan semua upaya yang telah dilakukan selama tujuh bulan terakhir dalam peluncuran vaksinasi polio di Gaza.

“Kementerian Kesehatan mengimbau semua pihak terkait untuk menekan pendudukan agar mengizinkan masuknya vaksin, dan menyediakan koridor yang aman untuk memastikan akses bagi anak-anak di semua wilayah” Jalur Gaza, demikian pernyataan itu menyimpulkan.

Setelah merebaknya polio di Gaza, Organisasi Kesehatan Dunia mempelopori kampanye vaksinasi untuk melindungi anak-anak dari penyakit tersebut. Pada bulan Februari, selama gencatan senjata yang rapuh, WHO mengatakan program vaksinasi polio melampaui harapan tetapi memperingatkan dampak pemotongan dana AS.

Sejak penyakit itu muncul kembali di Gaza untuk pertama kalinya dalam lebih dari 20 tahun, dua putaran vaksinasi telah dilakukan pada September dan Oktober 2024, menjangkau lebih dari 95 persen anak-anak yang menjadi sasaran dua dosis vaksin oral yang diperlukan.

Tetapi sampel lingkungan dari dua lokasi, yang dikumpulkan pada Desember 2024 dan Januari 2025, menemukan virus polio masih beredar. Juga pada hari Minggu (6/4/2025), Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa 13.000 orang harus meninggalkan daerah kantong itu untuk menerima perawatan khusus akibat cedera dan penyakit lainnya.

Selama akhir pekan, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Dr. Muneer al-Boursh mengatakan kepada jaringan Al Jazeera bahwa Gaza sedang ‘menghirup napas terakhirnya;. Ia meminta negara-negara Islam dan masyarakat internasional untuk membantu wilayah Palestina sebelum terlambat. “Lebih dari 15.000 anak telah meninggal … apa lagi yang diinginkan dunia?” tanyanya.

Bencana kemanusiaan terus memburuk saat Israel mempertahankan pengepungan total terhadap Jalur Gaza, menghalangi masuknya bantuan yang menyelamatkan nyawa termasuk makanan, bahan bakar, pasokan medis, dan vaksin.

Pada 18 Maret, Israel secara sepihak melanjutkan serangan udara, menghancurkan gencatan senjata yang rapuh dengan Hamas sejak Januari. Gencatan senjata tersebut telah memfasilitasi pertukaran tawanan dan memungkinkan akses kemanusiaan yang terbatas. Keruntuhan gencatan senjata itu telah memicu gelombang baru korban massal, pengungsian, dan gangguan bantuan.

Tindakan Israel telah dikutuk secara luas karena melanggar hukum humaniter internasional. Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduhnya melakukan hukuman kolektif dan serangan sistematis terhadap infrastruktur sipil, termasuk perawatan kesehatan.

Sistem kesehatan Gaza sedang terpuruk. Sebagian besar rumah sakit hancur dan rumah sakit yang masih berdiri beroperasi dalam kondisi terkepung dengan sumber daya yang sangat terbatas.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak Oktober 2023, perang Israel di Gaza telah menewaskan hampir 50.700 warga Palestina dan melukai lebih dari 115.000 lainnya. Sebagian besar korban tewas adalah warga sipil, terutama wanita dan anak-anak.