Fenomena banyaknya kelas menengah yang turun ke rentang miskin, tak pernah menjadi pikiran Presiden Jokowi. Dianggap hal yang biasa. Padahal, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), 9,5 juta kelas menengah kini menjadi miskin.
“Itu problem hampir di semua negara, karena ekonomi global sedang turun semuanya,” kata Jokowi usai meresmikan gedung pelayanan kesehatan respirasi Ibu dan anak di RS Persahabatan, Jakarta Timur, Jumat (30/8/2024).
Turunnya jumlah masyarakat kelas menengah gara-gara perekonomian negara yang kurang baik, kata Jokowi, terjadi karena pandemi COVI-19 yang memicu kerugian tak berkesudahan. “Semua negara saat ini berada pada kesulitan yang sama,” ujarnya.
Jumlah kelas menengah di Indonesia menurun belakangan ini. Anjloknya persentase kelas menengah terlihat dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah oleh Bank Mandiri dalam Daily Economic and Market (Juli 2024).
Dari data itu terlihat proporsi kelas menengah pada struktur penduduk Indonesia pada 2023 cuma 17,44 persen. Jumlah ini anjlok dari proporsi pada 2019 yang mencapai 21,45 persen.
Penurunan jumlah kelas menengah ini berbanding terbalik dengan kelompok rentan. Dalam periode yang sama jumlah kelompok rentan malah meningkat. Tercatat jumlah masyarakat rentan naik dari 68,76 persen pada 2019 menjadi 72,75 persen pada 2023.
Kelas menengah yang daya belinya kian melemah menjadi alarm bagi perekonomian RI. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh konsumsi dalam negeri.
Sebelumnya, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut, jumlah penduduk yang tergolong kelas menengah, menurun signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2019, jumlahnya masih 57,33 juta orang, kemudian anjlok menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Artinya, sekitar 9,48 juta orang yang keluar dari kategori kelas menengah dan turun ke kategori yang lebih rendah yakni duafa alias miskin.
Amalia menjelaskan, penurunan jumlah kelas menengah ini merupakan salah satu efek jangka panjang atau scarring effect dari pandemi COVID-19.
“Di tahun 2021 itu kelas menengah jumlahnya 53,83 juta dengan proporsi 19,82 persen. Dan terakhir di tahun 2024 jumlahnya 47,85 juta dengan proporsi 17,13,” kata Amalia di DPR, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Penurunan ini diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk yang masuk dalam kategori aspiring middle class atau kelompok yang sedang menuju kelas menengah. Mereka ini adalah kelompok yang berada di antara kelas rentan miskin dan kelas menengah.
Data BPS menunjukkan pada 2024, sebanyak 137,5 juta orang atau 49,22 persen dari total penduduk masuk dalam kategori ini. “Yang 137,5 juta ini sebenarnya bisa kemudian di-upgrade, untuk mudah untuk di-upgrade menjadi kelas menengah,” jelas Amalia.
Namun, Amalia memperingatkan banyak dari penduduk kelas menengah saat ini berada di ambang batas bawah kelompok mereka, dengan pengeluaran rata-rata sekitar Rp 2,04 juta per kapita per bulan. “Sehingga ada kerentanan kalau nanti terganggu, dia masuk kembali ke aspiring middle class,” kata Amalia.