Hangout

99 Anak Indonesia Meninggal Akibat Kasus Gagal Ginjal Akut

Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga 18 Oktober 2022, ada sekitar 206 kasus anak yang dilaporkan mengalami gagal ginjal akut progresif a-tipikal atau Akute Kidney Injury (AKI). Dari data tersebut, terdapat sekitar 99 kasus kematian atau 48 persen akibat dari penyakit gagal ginjal akut.

“Hingga saat ini jumlah kasus yang dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 sebanyak sudah ada 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan dengan tingkat kematian 99 kasus atau 48 persen. Dimana angka tingkat kematian khususnya yang dirawat di RSCM yang sebagai rumah sakit rujukan nasional ginjal itu mencapai 65 persen,” kata juru bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril dalam temu media virtual Perkembangan Acute Kidney Injury (AKI) di Indonesia, Jakarta, Rabu, (19/10/2022).

Kemenkes Imbau Nakes Tidak Resepkan Obat Sirop ke Anak

Meningkatnya kasus gagal ginjal akut progresif a-tipikal atau Acute Kidney Injury (AKI), karena diduga adanya campuran senyawa yang berbahaya dalam obat sirop, membuat Kemenkes RI meminta apotek dan tenaga kesehatan (nakes) di rumah sakit untuk sementara menghentikan pemberian resep obat-obatan sirop kepada anak-anak.

“Sementara ini ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gagal ginjal akut progresif a-tipikal ini. Kemenkes sudah meminta untuk sementara ini tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat-obat dalam kesediaan cair atau sirop sampai hasil penelitian tuntas,” tambahnya.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kemenkes, ada peningkatan kasus yang terjadi pada akhir Agustus 2022 yang berkaitan dengan AKI ini.

Kemenkes Ungkap penyakit Gagal Ginjal Akut Tak Berkaitan dengan COVID-19

Syahril juga menyebut bahwa penyakit ini tidak berhubungan dengan vaksin COVID-19 maupun penyakit COVID-19.

“Karena kasus ini banyak anak kurang dari 6 tahun atau bahkan balita,” sambungnya.

Sebagai alternatif obat, Kemenkes RI menyarankan agar tenaga kesehatan dan orang tua dapat memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul kepada anak yang mengalami penyakit demam. Tidak hanya itu, Syahril juga meminta agar orang tua memperhatikan frekuensi Buang Air Kecil (BAK) anak.

“Perlu kewaspadaan orang tua yang memiliki anak dengan gejala penurunan jumlah air kencing, dan frekuensi BAK. Bisa dengan atau tanpa demam, diare, batuk, pilek, muntah untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat. Utamanya adalah anak balita kalau terjadi penurunan freskuensi BAK,” tegas Syahril.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button