Sejumlah media nasional menarasikan keterlibatan PT Jhonlin Group milik H Isam dalam skandal dugaan manipulasi penjualan batu bara oleh Adani Group milik konglomerat India. Dasarnya, laporan Organized Crime Corruption and Reporting Project (OCCRP) yang dikutip Financial Times. Apakah laporan yang mencuat belakangan ini hanya kebetulan atau memang ada motif ekonomi politik, dan agenda khusus yang ingin dicapai?
Oleh: Fajar Iqbal Mirza
Politik dan ekonomi adalah dua sisi koin yang saling mengikat dan sulit untuk terpisahkan. Fenomena yang terjadi di dunia ini pun banyak yang menunjukan keterhubungan antara keduanya.
Salah satu fenomena yang belakangan mencuat adalah adanya laporan The Financial Times (FT) yang menelusuri dokumen Organized Crime and Corruption and Reporting Project (OCCRP) terkait adanya mark up harga batu bara di India pada tahun 2014.
Berdasarkan laporan tersebut, Gautam Adani, orang terkaya Asia asal India diduga meraup keuntungan besar dikarenakan memanipulasi harga dan kualitas batu bara yang dijual untuk PLTU di India. Selain itu, laporan tersebut juga mencantumkan bahwa Adani sebagai perantara mengambil batu bara tersebut dari Jhonlin Group, perusahaan asal Indonesia yang dimiliki Haji Isam.
Menariknya laporan ini dimunculkan pada momentum pemilihan umum yang sedang diselenggarakan oleh India. Adani disinyalir memiliki kedekatan khusus dengan Narendra Modi yang berpotensi menjadi Perdana Menteri India untuk ketiga kalinya. Narasi keterkaitan Modi dengan Adani senantiasa menjadi salah satu bahan kampanye politik dari pihak oposisi terhadap Modi.
Selain dari dalam negeri, kritik terhadap hubungan Adani dan Modi juga datang dari pebisnis berkebangsaan Amerika Serikat, Gorge Soros. Dirinya secara terang-terangan pada tahun 2023 mengkritik Modi dan Adani. Bahkan disinyalir laporan-laporan dari pelbagai non-governmental organization (NGO) seperti OCCRP dan media seperti Financial Times (FT) yang menyudutkan Adani mendapatkan bantuan dana dari Soros.
Adanya keterlibatan aktor-aktor berpengaruh dalam fenomena di India ini perlu ditelisik lebih jauh. Apakah laporan yang mencuat belakangan ini sebagai sebuah kebetulan saja atau memang ada agenda khusus yang ingin dicapai? Hal ini akan coba penulis urai dengan pelbagai perspektif.
Kekuatan Lama vs Kekuatan Baru Politik Ekonomi Dunia
Pascaperang dingin, dunia internasional dikuasai rezim liberal. Amerika Serikat sebagai pemenang menyebarluaskan semangat liberalisme dan menjadi kiblat dunia baik secara politik maupun ekonomi. Seolah-olah bentuk paling ideal dalam politik dan ekonomi sebuah negara adalah Amerika Serikat dan negara-negara utara (North Countries).
Kondisi ini menciptakan struktur unipolaritas di mana Amerika Serikat menjadi satu-satunya kekuatan penopang utama dalam struktur internasional. Namun demikian, terjadinya krisis finansial tahun 2008 di Amerika Serikat dan Eropa, dibarengi dengan munculnya Tiongkok sebagai sebuah kekuatan baru, mengubah dinamika politik dan ekonomi internasional.
Hari ini struktur internasional semakin beralih dari unipolaritas kepada multipolaritas. Dunia internasional tidak lagi bertumpu hanya kepada Amerika Serikat, namun juga ada kekuatan alternatif lain yang dapat menandinginya seperti Tiongkok dan Rusia.
Pergeseran struktur internasional biasanya akan memunculkan rivalitas atau bahkan konflik antara prokekuatan lama dan kekuatan baru yang berusaha mengubah status quo. Rivalitas ini semakin terasa dalam dinamika politik dan ekonomi internasional dewasa ini. Tiongkok dan Rusia selalu berada di posisi yang beseberangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya.
Misalnya Tiongkok, Rusia, India, dan Brazil menginisiasi aliansi ekonomi internasional seperti, BRICS, sebagai kekuatan baru yang di dalamnya terdapat 45% populasi dunia dan 28% kekuatan ekonomi dunia. BRICS juga menyuarakan semangat perubahan terhadap tatanan ekonomi dunia internasional versi Amerika Serikat dan sekutunya. Salah satu langkah yang dilakukan BRICS adalah dengan dedolarisasi.
Kondisi seperti ini tidak disukai oleh para aktor rezim liberal seperti George Soros. Dirinya terkenal kritis terhadap rezim-rezim politik yang dianggapnya tidak demokratis, bahkan menginginkan agar adanya pergantian rezim kekuasaan. Soros mendirikan dan mendanai Open Society Foundations sebagai kanalisasi kepentingannya.
Lembaga ini banyak mendanai organisasi dan gerakan di pelbagai belahan dunia untuk menciptakan masyarakat terbuka, bebas dan demokratis. Tercatat hingga 18 miliar dolas AS donasi diberikan olehnya melalui Open Society Foundation.
Dalam beberapa forum internasional Soros menyampaikan bahwa Tiongkok dan Rusia adalah ancaman bagi perdamaian dunia. Selain Tiongkok dan Rusia, Soros juga menaruh perhatian khusus kepada India. Soros pernah menyatakan bahwa India adalah negara demokrasi, namun Modi bukanlah orang yang demokratis.
Sikap Soros ini menjadi menarik untuk dilihat apakah ini memang dikarenakan nilai-nilai liberal demokrasi yang dianutnya, atau memang tidak ingin adanya kekuatan baru yang mengubah kondisi politik ekonomi internasional?
Posisi Strategis Politik Ekonomi India
Secara politik Internasional India sebagai salah satu kekuatan potensial memiliki sikap yang netral dan berusaha membangun kerja sama dengan siapa pun. Dari sisi keamanan, India tergabung dalam Quad sebagai wadah dialog strategis bersama Amerika Serikat, Australia, dan Jepang. Namun di sisi lainnya India juga menjalin kerja sama militer yang baik dengan Rusia.
Sikap netral India ini sangatlah penting di tengah rivalitas geopolitik kekuatan lama vs kekuatan baru. Dengan membangun kerja sama yang baik dengan semua pihak setidaknya bisa membangun komunikasi dengan semua pihak agar bisa mencegah konflik terjadi.
Dari sisi ekonomi, India diprediksi oleh Goldman Sachs, Bank AS, akan menggeser Amerika Serikat menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua pada tahun 2075. Pertumbuhan ekonomi India dalam sepuluh tahun terkahir sangatlah pesat. Bahkan pada tahun 2025 IMF memprediksi akan menjadi negara dengan PDB terbesar keempat menggantikan Jepang.
Menurut Guido Cozzi, Professor Makroekonomi Universitas St Gallen di Swiss, kesuksesan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di India adalah adanya faktor konektivitas konglomerat Adani, Ambani, dan Pemerintahan Modi.
Hubungan antara Modi dan Adani ini yang dikritisi oleh Soros baik secara langsung atapun tidak langsung dengan menggunakan media yang didanai olehnya. Misalnya melalui Financial Times dan OCCRFP sering kali Modi dan Adani dikritisi oleh Soros.
Peran Media dalam Serangan Soros dan Kontra Narasi Adani
Pada Januari 2023 muncul laporan dari Hidenburg bahwasannya terdapat manipulasi pasar saham yang dilakukan oleh Adani group. Laporan ini membuat saham Adani Group mengalami kerugian hingga Rp1.800 triliun.
Pada Februari 2023, Soros muncul merespon laporan Hidenburg dengan menyerang Adani Group dan mengkritisi Modi agar merespon persoalan Adani Group. Kejadian ini juga menciptakan instabilitas politik di India, di mana partai oposisi dan masyarakat India melakukan protes.
Pada Agustus 2023, muncul laporan susulan OCCRP terkait tentang manipulasi saham Adani Group. Laporan ini diberitakan oleh beberapa media termasuk Financial Times yang menyebutkan ada aktivitas yang kompleks dan rahasia melibatkan investor besar asing untuk meningkatkan nilai pasar saham milik Adani Group.
Media-media juga menyoroti kedekatan antara Adani dan Modi. Penggunaan NGO dan media yang terafiliasi dengan Soros menjadi cara Soros untuk membentuk persepsi masyarakat India agar tidak percaya pada Adani Group dan Modi.
Namun demikian, setelah mengalami kerugian yang sangat besar Adani Group mulai bangkit kembali dan memulihkan kepercayaan pasar terhadap kredibilitasnya.
Adani Group juga membangun kontra narasi di pelbagai media besar untuk menunjukan bahwa tuduhan dari OCCRP tidaklah berdasar dan menunjukan Soros memiliki kepentingan melalui media dan NGO seperti OCCRP. Setelah itu Adani Group membeli mayoritas saham agensi pemberitaan Indo-Asian News Service (IANS). Hal ini menurut Reuters sebagai cara Adani Group dalam mengkonsolidasikan kehadirannya di media.
Pada Mei 2024, di kala India sedang melakukan Pemilu, OCCRP kembali mengeluarkan laporan yang menyerang Adani. Namun kali ini persoalan yang diangkat adalah terkait tentang mark up harga dan kualitas batu bara yang dijual oleh Adani ke Tamil Nadu Generation and Distribution Corporation (Tangedco) sebagai perusaahaan listrik yang dimiliki Pemerintah Tamil Nadu, India.
Atas laporan ini, pemberitaan yang menyudutkan Adani Group muncul dan banyaknya diberitakan dari luar India, seperti Financial Times. Untuk media-media India sendiri seperti Hidustantimes.com memberitakan dengan framing positif.
Media tersebut memberitakan sikap CFO Adani Group yang melihat laporan itu sebagai hal yang tak berdasar. Selain itu, ada juga media yang memberitakan bahwasannya ini sebagai intervensi dari luar terhadap India. Penulis melihat kondisi berimbangnya narasi tentang laporan OCCRP di media adalah efek dari Adani Group yang mengkonsolidasikan kehadirannya di India.
Framing Media di Indonesia tentang Pencatutan Nama PT Jhonlin dalam Laporan OCCRP
Menariknya laporan OCCRP ini mencatut nama PT Jhonlin sebagai perusahaan yang menjual batu baranya ke Adani. Adapun laporan tersebut menggambarkan adanya manipulasi harga dan kualitas batu bara yang dilakukan Adani group. Di mana Batubara yang dijual ke Tangedco berkualitas 6.000 kalori dan harga 92 dolar AS per ton dengan total jumlah 2,1 juta ton. Sementara itu, batu bara yang dijual oleh PT Jhonlin ke Adani berkualitas 3.500 kalori dengan harga 28 dolar AS per ton. Adani group membantah adannya manipulasi ini dengan menyatakan bahwa kualitas barang sudah diperiksa dan diuji oleh ilmuan dari Tangedco.
Dikutip dari inilah.com, pengacara Jhonlin menyampaikan bahwa Perusahaan tersebut hanya melakukan praktik bisnis yang sudah sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada di Indonesia maupun internasional.
Jika dilihat dari proses perdagangannya, memang posisi Jhonlin hanyalah sebagai penjual, sehingga tidak ada kaitannya dengan tuduhan praktik manipulasi yang dicatutkan dalam laporan. Namun demikian, pascarilisnya laporan OCCRP ini di Financial Times, beberapa media nasional di Indonesia turut memberitakan hal ini.
Pada 27 Mei 2024 pukul 16.40 CNCB Indonesia menaikan berita dengan judul “Adani Tipu India Pakai Batu Bara RI, Seret Perusahaan Haji Isam”. Kemudian pada 28 Mei 2024 pukul 5.08 IDN Times memberitakan dengan judul “Johnlin Baratama, Perusahaan Haji Isam Terseret Kasus Adani”. IDXChannel.com juga turut memberitakan pada 22 Mei 2024 dengan judul “Adani Diduga Jual Batu Bara Kualitas Rendah di Harga Mahal, Perusahaan RI Turut Terseret”.
Secara umum pemberitaan-pemberitaan ini dinarasikan dengan framing angle yang negatif. Seolah hal ini sudah menjadi sebuah kasus yang menyeret perusahaan Haji Isam. Padahal kisruh terkait hal ini bentuknya masih laporan yang perlu ada pembuktian tentang keabsahannya. Apalagi jika dilihat secara kronologi posisi PT Jhonlin hanyalah sebagai penjual pertama.
Haji Isam dalam Politik dan Ekonomi Indonesia
Haji Isam adalah pengusaha sukses yang memiliki pelbagai macam usaha, mulai dari sawit, pertambangan, hingga logistik. Melalui bisnisnya, lebih dari 40,000 orang mendapatkan lapangan pekerjaan di Jhonlin Group.
Pada 2021, Haji Isam membuat pabrik biodiesel melalui PT Jhonlin Argo Raya di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Pabrik Biodisel tersebut diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Di akun sosial resmi sosial medianya, Presiden Jokowi memposting foto pabrik tersebut dan memberikan apresiasi atas peresmian pabrik tersebut. Presiden mengapresiasi PT Jhonlin yang berkontribusi dalam membuka banyak lapangan kerja.
Haji Isam memang memiliki hubungan yang baik dengan Presiden Jokowi. Bahkan Haji Isam pernah tercatat sebagai Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin. Hubungan yang baik antara tokoh politik dan pengusaha merupakan hal yang saling menguatkan dan menguntungkan dalam membangun perekonomian bangsa. Pengusaha memerlukan kepastian regulasi dalam menjalankan usahanya, sementara itu pemimpin politik membutuhkan pertumbuhan ekonomi negara dari aktifitas yang dilakukan pengusaha.
Dalam perhelatan politik 2024, Haji Isam juga terlihat mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Dukungan Haji Isam terhadap pasangan tersebut bisa dilihat dari beberapa momentum.
Pada Desember 2023, Gibran Rakabuming beserta Isteri menghadiri Batulicin Festival yang diselenggarakan oleh PT Jhonlin Group. Selain itu, pada bulan Maret 2024 Prabowo mengunjungi Tanah Bumbu, sekaligus mengunjungi pabrik PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR). Kunjungan Prabowo tersebut bahkan membuat nilai saham JARR meningkat 24,71 persen. Pada bulan April 2024, tiga hari setelah lebaran, Haji Isam dan keluarga bersilaturahmi dengan Prabowo. Momentum ini oleh salah satu media nasional bahkan dikaitkan bahwa apakah Haji Isam akan masuk juga dalam bursa menteri?
Haji Isam dalam politik dan ekonomi Indonesia pada kepemimpinan Prabowo Subianto ke depan berpotensi memiliki posisi signifikan. Namun demikian, isu dari laporan OCCRP dan framing dari beberapa media nasional yang menyeret nama PT Jhonlin dan dirinya dalam fenomena yang terjadi di India menjadi sebuah pertanyaan yang perlu ditelusuri lebih dalam. Apakah memang tidak ada kepentingan politik dan ekonomi di belakang ini? Apakah ada peranan aktor-aktor berpengaruh seperti Soros yang sengaja menaruh nama Johnlin? Ataukah ini hanya sekadar pemberitaan biasa saja?
Selain itu langkah Jhonlin Group juga menarik untuk diamati ke depannya. Akankah Jhonlin Group memperlebar usahanya ke media untuk bisa mongkontranarasikan framing negatif seperti yang dilakukan Adani Group?
Fajar Iqbal Mirza adalah Pengamat Hubungan Internasional