Israel Ancam Hizbullah untuk Perang Habis-habisan di Lebanon


 

 

Israel siap untuk perang habis-habisan di Lebanon dan telah menyetujui rencana serangan yang menargetkan Hizbullah. Ketegangan yang meningkat ini bertentangan dengan upaya Amerika Serikat untuk mencegah eskalasi di perbatasan Israel-Lebanon itu.

Pernyataan siap berperang itu muncul dari pernyataan menteri luar negeri dan militer Israel pada Selasa (18/6/2024) malam menyusul dirilisnya rekaman drone yang mengancam oleh Hizbullah. Rekaman drone berdurasi sembilan menit di kota pelabuhan Haifa di Israel yang difilmkan pada siang hari, menunjukkan kawasan sipil dan militer, termasuk mal dan pemukiman, selain kompleks manufaktur senjata dan baterai pertahanan rudal.

Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz menanggapinya dengan keras dalam sebuah postingan di X, mengecam pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah karena membual tentang memfilmkan Pelabuhan Haifa, yang dioperasikan perusahaan asing dari China dan India. “Kami sangat dekat dengan momen pengambilan keputusan untuk mengubah peraturan terhadap Hizbullah dan Lebanon. Dalam perang habis-habisan, Hizbullah akan hancur dan Lebanon akan terkena dampak yang parah,” tulisnya.

Belakangan, militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Ori Gordin, kepala Komando Utara, yang mencakup garis depan dengan Hizbullah, telah menyetujui rencana melakukan serangan darat melintasi perbatasan utara Israel. “Sebagai bagian dari penilaian situasi, rencana operasional untuk serangan di Lebanon telah disetujui dan divalidasi, dan keputusan diambil mengenai kelanjutan peningkatan kesiapan pasukan di lapangan,” katanya.

Israel dan Hizbullah telah terlibat dalam pertempuran perbatasan sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober. Konfrontasi semakin meluas, dan kedua belah pihak menyatakan siap berperang. Nasrallah pernah mengatakan bahwa Hizbullah hanya akan menghentikan serangannya jika Israel menghentikan invasinya ke Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 37.000 warga Palestina.

Militer Israel secara rutin melancarkan serangan udara ke Lebanon sejak awal perang. Pada hari Selasa, mereka mengklaim telah menyerang infrastruktur militer di beberapa wilayah di selatan negara tersebut.

Pada hari Senin pekan ini mereka mengatakan bahwa telah menyerang “operasi pusat” di divisi roket Hizbullah dengan pesawat tak berawak. Seminggu sebelumnya, mereka membunuh Taleb Abdullah, yang dilaporkan sebagai komandan divisi Hizbullah meliputi sektor barat garis depan antara perbatasan dengan Israel dan sungai Litani.

Hizbullah baru-baru ini mengatakan bahwa mereka telah melakukan lebih dari 2.100 operasi militer terhadap Israel sejak 8 Oktober dalam upaya untuk mendukung Palestina. Lebih dari 400 orang tewas di Lebanon, termasuk jurnalis dan paramedis, selama delapan bulan terakhir, dengan 25 kematian di pihak Israel. Setidaknya 90.000 orang terpaksa mengungsi di Lebanon, dan lebih dari 60.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka di Israel utara.

AS melakukan upaya diplomasi untuk mencegah eskalasi, kata utusan Gedung Putih Amos Hochstein kemarin dalam perjalanan ke Lebanon. “Kami telah melihat peningkatan selama beberapa minggu terakhir. Dan apa yang Presiden Biden ingin lakukan adalah menghindari eskalasi lebih lanjut ke perang yang lebih besar,” kata Hochstein kepada wartawan di Beirut setelah pertemuan di Israel sehari sebelumnya.

Hochstein bertemu dengan ketua parlemen Lebanon Nabih Berri, sekutu utama Hizbullah, sehari setelah mengadakan pembicaraan di Yerusalem dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. “Pembicara Berri dan saya berdiskusi dengan sangat baik,” kata Hochstein.

“Kami membahas situasi keamanan dan politik saat ini di Lebanon serta kesepakatan yang ada saat ini sehubungan dengan Gaza, yang juga memberikan peluang untuk mengakhiri konflik di Garis Biru,” tambahnya, merujuk pada garis demarkasi antara kedua negara yakni Israel dan Lebanon.