Komisi IV DPR Tuntut Tanggung Jawab Bapanas Kasus ‘Demurrage’ Rp350 Miliar Beras Impor


Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS Johan Rosihan menekankan Badan Pangan Nasional (Bapanas) harus bertanggung jawab terkait kebijakan impor beras menggunakan kontainer hingga mengakibatkan demurrage (denda) yang berpotensi merugikan negara senilai Rp350 miliar.

“Bapanas mesti bertanggung jawab terhadap kebijakannya, termasuk ketika ada indikasi merugikan keuangan negara. Impor beras harus dihentikan dan fokus meningkatkan produksi dalam negeri,” tegas Johan kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Kamis (20/6/2024).

Terkait penggunaan kontainer, Johan menilai harus menjadi koreksi mengingat pelayanan pelabuhan yang masih rumit di Indonesia.

“Dan terkait dengan demurrage beras, karena harus menggunakan kontainer perlu menjadi perhatian semua pihak, karena birokrasi pelayanan pelabuhan kita juga masih rumit dan panjang yang berdampak pada biaya logistik yang mahal,” ujarnya.

Dengan begitu, lanjut dia, ke depannya perlu juga perbaikan tata kelola layanan pelabuhan yang efektif dan efisien.

Sebelumnya, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog dikabarkan sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Masalah ini memungkinkan munculnya biaya demurrage yang harus dibayar Bulog sekitar Rp350 miliar.

Akibat kerugian ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mengusut dugaan terjadinya tindak pidana rasuah dalam penyaluran beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, beban negara yang ditimbulkan akibat demurrage saat ini sedang menjadi perhatian komisi antirasuah. KPK mengultimatum supaya segera dilakukan tata kelola oleh pihak terkait, khususnya Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.

“Menanggapi informasi terkait adanya biaya demurrage akibat tertahannya beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kami sampaikan bahwa KPK terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi,” ujar Tessa ketika dihubungi Inilah.com di Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Tessa menjelaskan, reformasi tata kelola pelabuhan itu bertujuan untuk menyederhanakan proses bisnis dan tata kelola melalui layanan pelabuhan secara digital.  Sehingga waktu prosesnya efektif dan biayanya efisien. Melalui hal tersebut, KPK berharap dapat mengurangi biaya logistik sekaligus kepastian waktu layanan.

“Birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang karena melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta dan pemerintah, yang tidak terintegrasi. Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti,” jelasnya melihat masalah yang terjadi saat ini.