Pelemahan nilai tukar rupiah berdampak kepada harga-harga barang yang disubsidi negara yakni listrik dan bahan bakar minyak. Pada Juli ini, pemerintahan Jokowi menahan harga keduanya tidak naik. Ini bagus tapi kurang pas. Membuat beban APBN semakin berat.
Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi melontarkan kritik terhadap keputusan pemerintah untuk menahan harga BBM serta tarif listrik pada Juli 2024. “Keputusan pemerintah cukup tepat tetapi kurang bijak,” kata Fahmy kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Keputusan tak menaikan tarif listrik untuk semua golongan serta harga BBM, menurut Fahmy, memang efektif untuk mengendalikan gejolak harga atau inflasi. Serta menjaga daya beli masyarakat yang anjlok dalam beberapa bulan terakhir.
“Hanya saja, keputusan ini memberatkan APBN. Karena pemerintah harus mengeluarkan dana lebih untuk dana kompensasi dan subsidi BBM,” kata Fahmy.
Dalam hal ini, kata dia, pemerintah seharusnya tidak menahan tarif listrik golongan menengah ke atas dan harga BBM nonsubsidi. Serahkan penentuan tarif listrik menengah ke atas kepada PLN, dan harga BBM nonsubsidi kepada Pertamina.
“Bebaskan saja PLN dan Pertamina untuk menetapkan tarif listrik dan harga BBM non-subsidi, sesuai harga keekonomian. Dengan demikian, pemerintah tak perlu membayar kompensasi kepada PLN dan Pertamina,” paparnya.
Secara empiris, lanjutnya, kenaikan tarif listrik kelas menengah ke atas dan harga BBM non-subsidi, tidak banyak berpengaruh terhadap inflasi dan daya beli masyarakat. Pasalnya, jumlah konsumen listrik kelas menengah ke atas dan BBM nonsubsidi, tidak dominan.
“Berbeda jika kenaikan tarif listrik dan harga BBM subsidi, secara empiris berpengaruh secara signifikan terhadap kenaikan inflasi dan penurunan daya beli. Karena, jumlah konsumennya relatif besar dan kebanyakan golongan masyarakat bawah,” ungkapnya.
Selanjutnya dia mendorong agar pemerintahan Jokowi yang lengser pada Oktober ini, bersikap realistis. Jangan menambah beban APBN yang sudah berat. “Naikkan tarif listrik kelompok menengah-atas dan BBM nonsubsidi paling lambat awal Agustus 2024. Ini bisa mengurangi beban APBN,” tuturnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tidak ada kenaikan tarif listrik dan harga BBM pada Juli ini. Namun, tak bisa dijelaskan sampai kapan bertahannya. “Nanti kita monitor dulu. Tidak, kalau naik sih tidak,” katanya di Gresik, Jawa Timur, Rabu (27/6/2024).
Ketua Umum Partai Golkar ini, mengatakan, pemerintah terus memantau situasi terutama tarif listrik apakah akan ditahan hingga September 2024. “Ya kita lihat. Nanti segera kita rapatkan,” imbuhnya.