Sebuah lukisan yang dibuat setidaknya 51.200 tahun yang lalu di gua batu kapur Leang Karampuang di wilayah Maros-Pangkep, Sulawesi, Indonesia, menggambarkan tiga sosok mirip manusia yang berinteraksi dengan babi hutan.
Para peneliti menggunakan pendekatan ilmiah baru untuk menentukan usia minimum lukisan yang baru ditemukan di dalam gua Leang Karampuang itu. Dengan menggunakan laser dapat membantu menentukan usia jenis kristal disebut kalsium karbonat yang terbentuk secara alami di atas lukisan itu.
“Metode ini merupakan perbaikan signifikan dibandingkan metode lain dan akan merevolusi penanggalan seni cadas di seluruh dunia,” kata Maxime Aubert, seorang spesialis ilmu arkeologi di Griffith University di Australia dan salah satu pemimpin penelitian yang diterbitkan pada Rabu (3/7/2024) di jurnal Nature, mengutip Reuters.
Adegan tersebut, yang didominasi oleh representasi seekor babi berukuran 92cm x 38cm berdiri tegak bersama tiga figur mirip manusia lebih kecil, dicat dengan satu corak pigmen merah tua. Ada pula gambar babi lain di dalam gua.
Para peneliti menafsirkan lukisan itu sebagai adegan naratif, yang menurut mereka menjadikannya bukti tertua mengenai penceritaan dalam seni. “Tiga sosok mirip manusia dan sosok babi jelas tidak digambarkan di bagian terpisah dari panel seni cadas,” kata arkeolog Universitas Griffith, Adam Brumm, salah satu pemimpin studi.
“Sebaliknya, penjajaran figur-figur tersebut – bagaimana mereka diposisikan dalam kaitannya satu sama lain – dan cara mereka berinteraksi jelas disengaja, dan hal itu menyampaikan kesan tindakan yang tidak salah lagi. Ada sesuatu yang terjadi di antara figur-figur ini. Sebuah cerita sedang diceritakan. Jelas, kita tidak tahu apa cerita itu,” Brumm menambahkan.
Para peneliti menggunakan metode penanggalan yang sama untuk menilai ulang usia lukisan gua Sulawesi lainnya dari situs yang disebut Leang Bulu’ Sipong 4. Di situs ini juga menggambarkan adegan naratif, yakni sosok seperti setengah manusia dan setengah hewan sedang berburu babi dan kerbau kerdil. Ternyata lukisan itu berusia setidaknya 48.000 tahun, lebih dari 4.000 tahun lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya.
“Kita, sebagai manusia, mendefinisikan diri kita sebagai spesies yang bercerita, dan ini adalah bukti tertua bahwa kita melakukan itu,” kata Aubert.
Dalam lukisan Leang Karampuang, interaksi antara sosok mirip manusia dan babi, spesies yang masih menghuni pulau itu, agak samar. “Dua dari figur-figur ini memegang benda-benda tertentu, dan setidaknya satu figur tampak menggapai wajah babi. Figur lainnya diposisikan tepat di atas kepala babi dalam posisi terbalik,” kata Brumm.
Sedikit yang diketahui tentang orang-orang yang menciptakan lukisan gua Sulawesi. Aubert mengatakan lukisan-lukisan itu mungkin lebih tua dari usia minimum yang ditentukan oleh pengujian baru. Kemungkinan berasal dari gelombang Homo sapiens pertama di wilayah tersebut, yang akhirnya mencapai Australia sekitar 65.000 tahun lalu, saat mereka bermigrasi keluar dari Afrika.
Hingga saat ini, lukisan gua tertua yang diketahui adalah yang ada di Gua Leang Tedongnge, juga di Sulawesi, dari setidaknya 45.500 tahun yang lalu. Lukisan Leang Karampuang, kata para peneliti, mendahului lukisan gua di Eropa, paling awal terdapat di El Castillo di Spanyol, yang berasal dari sekitar 40.800 tahun yang lalu.
Ada lukisan stensil tangan dari gua Maltravieso di Spanyol yang menurut beberapa ilmuwan dibuat sekitar 64.000 tahun lalu dan dikaitkan dengan Neanderthal. Ilmuwan lain membantah usia lukisan itu dan berpendapat bahwa lukisan itu dibuat oleh Homo sapiens.
“Penemuan seni gua yang sangat tua di Indonesia ini menegaskan bahwa Eropa bukanlah tempat lahirnya seni gua, seperti yang selama ini diasumsikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa mendongeng merupakan bagian yang jauh lebih tua dari sejarah manusia, dan khususnya sejarah seni, daripada yang sebelumnya diketahui,” kata Brumm.
“Seni cadas Sulawesi yang paling awal tidaklah ‘sederhana’,” imbuh Aubert. “Seni cadas ini cukup maju dan menunjukkan kapasitas mental manusia pada saat itu.”