Setengah Kabinet Baru Inggris Diisi Perempuan, Indonesia Mesti Berguru ke PM Starmer


Perdana Menteri (PM) Inggris yang baru Keir Starmer harus diacungi jempol soal kesetaraan gender. Ia menorehkan sejarah baru, dengan mengisi setengah dari kabinetnya dengan sosok perempuan.

Dikutip dari BBC Minggu (7/7/2024), Starmer menunjuk para anggota parlemen dari Partai Buruh dan kolega separtai untuk mengisi 22 kursi kabinet. Sebanyak 11 kursi diisi oleh perempuan. “Kerja untuk perubahan segera dimulai,” kata Starmer.

Menteri Keuangan (The Chancellor of the Excheque) dijabat oleh perempuan, yakni Rachel Reeves. Dia menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan ini setelah 800 tahun.

Apa yang dilakukan Starmer perlu dijadikan rujukan Indonesia. Sebab, untuk memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di jajaran badan atau lembaga saja, masih sebatas angan-angan.

Contoh kecilnya, dalam jajaran kepengurusan penyelenggara pemilu. Bawaslu, pernah diadukan dan kena sanksi peringatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena perkara ini.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengungkap bahwa sanksi itu buntut tidak adanya keterwakilan perempuan di jajaran Bawaslu Sumatera Utara (Sumut).

“Saya ingin protes ke aktivis perempuan, kami dikenakan sanksi peringatan oleh DKPP karena tidak adanya perempuan di dalam komisioner bawaslu Sumut padahal 14 besarnya ada perempuan,” ujar Bagja di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024).

Masalah keterwakilan 30 persen perempuan dalam partisipasi politik memang sudah diamanatkan melalui Putusan Mahkamah Agung (MA). Pengabaian putusan itu, dinilai berdampak cukup fatal karena menimbulkan sengketa di daerah pemilihan (dapil) 6 Pileg DPRD Gorontalo dan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan PKS itu untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU).

KPU pun juga pernah diadukan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP). Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay, selaku bagian dari koalisi, pada Jumat (21/6/2024) menilai para penyelenggara pemilu, khususnya KPU, secara sadar telah mengabaikan ketentuan keterwakilan perempuan, dampaknya mencederai kredibilitas pemilu.

Hadar menekankan, tanpa adanya aturan KPU yang tidak pro afirmasi caleg perempuan, seharusnya ada 267 caleg perempuan lebih banyak dalam surat suara Pileg DPR RI 2024. “Jika ditotal dengan DPRD provinsi dan kabupaten/kota, jumlahnya bisa lebih dari 8.000 (caleg perempuan yang seharusnya masuk surat suara),” kata dia.