Usut Dugaan Korupsi Impor Beras Momentum KPK Unjuk Gigi, Jangan Kalah dari Kejagung


Kinerja dan citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada di titik terendah. Gerak cepat mengusut dugaan korupsi impor beras Bapanas-Bulog bisa jadi momentum titik balik, bagi lembaga antirasuah mengembalikan muruahnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyatakan, KPK wajib menindaklanjuti kasus dugaan korupsi impor beras yang menyeret Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

“Saya kira sudah menjadi kewajiban KPK menindak lanjutinya,  karena memang KPK khusus dihadirkan untuk membersihkan korupsi baik di pemerintahan yang dilakukan pejabat birokrasi seperti Bapanas ini maupun korupsi oleh pihak swasta,” kata Abdul ketika dihubungi Inilah.com, Minggu (7/7/2024).

Abdul mengatakan, KPK harus unjuk gigi sebagai lembaga eksekutor para koruptor. Sebab, dulunya KPK dijadikan sebagai lembaga permanen karena Polisi dan Jaksa tak mampu memberantas korupsi di Tanah Air, tapi kini kenyataanya malah berbalik.

“Karena  itu yang semula bersifat ad hoc 5 tahun, KPK sekarang menjadi lembaga permanen karena dua penegak hukum lain yakni polisi dan jaksa tidak efektif melakukan pemberantasan korupsi,” ucapnya.

Turunnya kinerja KPK dipaparkan dalam temuan litbang Kompas beberapa waktu lalu. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 27 Mei-2 Juni 2024 menunjukkan citra positif lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi yang terendah di antara lembaga negara lainnya.

KPK mendapatkan nilai citra positif sebanyak 56,1 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan nilai citra positif Dewan Perwakilan Rakyat dengan angka 62,6 persen.

Ketua KPK 2003-2007 Taufiequrachman Ruki mengaku malu ketika muncul di publik dan orang-orang mengetahuinya sebagai mantan pimpinan KPK. “Terus terang, ini membuat saya kehilangan kepercayaan diri, kehilangan harga diri. Saya malu, padahal bukan kelakuan saya,” kata dia dalam sebuah wawancara di stasiun TV nasional, baru-baru ini.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga mengakui lembaga antirasuah telah kalah dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pengungkapan sebuah kasus korupsi besar.

Menurut Tumpak, KPK belum berhasil mengungkap kasus dengan nilai kerugian keuangan negara yang besar. “Sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yg besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu the big fish itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK,” ujar Tumpak pada Maret 2023.

Menurut Tumpak, seharusnya KPK juga bisa mengungkap kasus-kasus besar seperti yang sudah dilakukan Kejagung. Apalagi, KPK dilahirkan dengan harapan bisa menjadi pemimpin dalam hal pemberantasan korupsi.

“Apakah memang kita belum mampu mencari kasus-kasus yang gede-gede seperti yang dilakukan, katakanlah di Kejaksaan Agung, banyak kasus-kasus yang besar yang diungkapkan,” tutur Tumpak, menyiratkan kekecewaan.

Dugaan Korupsi Impor Beras

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun. Keduanya juga dilaporkan dalam dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.

Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto yang melaporkan kasus ini menemukan indikasi praktik tak sehat di tubuh Bapanas dan Bulog. Hari menilai, dua lembaga yang bertanggung jawab atas impor beras ini tidak proper dalam menentukan harga, sehingga terdapat selisih harga beras impor yang sangat signifikan.

“Harganya jauh di atas harga penawaran. Ini menunjukkan indikasi terjadinya praktik mark up. KPK harus bergerak dan memeriksa Kepala Bapanas dan Dirut Bulog, ” ujar Hari Purwanto di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Dia mengungkapkan data yang menunjukkan bagaimana praktik dugaan mark up ini terjadi. “Ada perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF,” ucapnya.

Namun sejumlah data yang dikumpulkan menyebut, harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS.

Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau dugaan mark up senilai 82 dolar AS per ton.  

“Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar 180,4 juta dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun,” kata Hari.

Terkait demurrage, Hari menduga dugaan negara merugi Rp294,5 miliar, akibat tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, pada pertengahan hingga akhir Juni 2024. Atas dua aduan ini, Hari meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengadaan impor beras.