Meski yakin pertumbuhan ekonomi bisa di atas 5 persen di paruh kedua 2024, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tak bisa menyimpan kegalauannya. Harap-harap cemas menunggu hasil Pemilu AS dan Uni Eropa.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jakarta, Senin (8/7/2024), Sri Mulyani memaparkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di semester II-2024. Dia optimistis masih bisa 5 persen lebih, sejalan tumbuhnya permintaan domestik dengan inflasi yang terjaga rendah.
“Namun kita juga harus tetap waspada terhadap lingkungan global yang masih sangat dinamis, terutama dengan adanya perubahan-perubahan dari pemerintahan hasil pemilu (AS dan Eropa) dan hubungan antar negara yang mengalami ketegangan yang sangat tinggi dengan geopolitik yang meningkat,” kata Sri Mulyani.
Disamping itu, Sri Mulyani menyinggung soal melemahnya permintaan global yang perlu diwaspadai. Karena cukup mengganggu upaya menumbuhkan ekonomi domestik di level tinggi. “Pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun atau keseluruhan tahun 2024, akan berada di kisaran 5 persen hingga 5,2 persen,” paparnya.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, kata Sri Mulyani, APBN masih memiliki penyangga dan harus tetap dijaga. Agar saat kondisi global memburuk secara tiba-tiba, bisa dinetralisir.
Kata Sri Mulyani, perekonomian global mengalami stagnasi yang di luar dugaan. Biang keroknya adalah konflik geopolitik yang tak kunjung selesai. Ditambah gejolak Pemilu di sejumlah negara maju, hingga masih terganggunya rantai perdagangan global akibat perang tarif dampak over produksi industri di China.
“Pertumbuhan ekonomi dunia masih stagnan rendah, ini juga merupakan pertumbuhan ekonomi terlemah dalam satu dekade kecuali pada 2020 saat pandemi dan belum ada perubahan dari tahun lalu, sebesar 3,2 persen,” kata Sri Mulyani.
Masih stagnannya pertumbuhan ekonomi global, lanjut Sri Mulyani, juga dipicu tren suku bunga tinggi dari bank sentral negara AS yakni The Federal Reserve (The Fed). Hal ini berdampak kepada semakin lemahnya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS.
Saat ini, kurs rupiah bertengger di atas Rp16.000/US$, atau di atas asumsi makro APBN 2024 sebesar Rp15.000/US$. “Inflasi masih keras kepala, di sana (luar Indonesia) belum mau turun, meskipun harga komoditas sudah turun,” tutur Sri Mulyani.