Kinerja Komisi Disiplin (Komdis) PSSI mendapat kritik tajam setelah Football Institute merilis hasil riset tentang uji kualitas Liga 1, Liga 2, dan Elite Pro Academy (EPA) berbasis pelanggaran disiplin dan hasil putusan Sidang Komdis. Riset yang dilakukan dari Juli 2023 hingga Mei 2024 ini mengungkap bahwa Komdis PSSI lebih banyak memberikan hukuman berupa denda selama musim 2023/24.
Menurut temuan yang dirilis, denda merupakan hukuman paling sering diberikan di Liga 1 dengan persentase 61,47 persen, di Liga 2 sebesar 60 persen, dan di EPA sebesar 57 persen. Selain itu, Komdis PSSI juga kerap memberikan hukuman yang dianggap unik dan tidak efektif.
“Ini jadi bagian evaluasi kompetisi musim lalu. Ini bukan wajah Erick Thohir, ini wajah konsensus bersama Exco. Absurd ini,” ujar Founder Football Institute, Budi Setiawan, dalam keterangan tertulis yang diterima Inilah.com.
Budi merinci beberapa denda yang dinilai tidak efektif selama berlangsungnya Liga 1 & 2 2024. Misalnya, di kompetisi Liga 2, dalam laga PSCS Cilacap dan Persekat Tegal, Komdis PSSI memberikan hukuman larangan dua kali menjadi ballboy dan denda sebesar Rp37.500.000 kepada Hexa Try Kusuma. Selain itu, PSDS Deli Serdang dihukum dengan larangan pertandingan tanpa penonton satu kali dan denda Rp225 juta karena kombinasi kasus rasisme yang dilakukan penonton dan lemparan botol ke dalam lapangan.
Denda ini jauh lebih besar dibandingkan dengan denda untuk pelanggaran suporter masuk lapangan yang sebesar Rp15 juta, dan kasus pelemparan botol dari tribune ke lapangan yang hanya dikenai denda Rp10 juta. Menurut Budi, pemberian denda semacam ini wajib dievaluasi.
“Untuk Komdis, mereka itu ibaratkan Kapolri, Kepala BIN, dan Kepala Kejaksaan di PSSI,” tambah Budi.
Riset yang dilakukan oleh Football Institute ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem penegakan disiplin di liga sepak bola Indonesia, agar lebih efektif dan adil dalam menegakkan aturan.