Pantas Utang Era Jokowi Ugal-ugalan, Prof Didik: Tentukan Defisit Anggaran Saja di Toilet


Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini mengktirik keras proses penyusunan APBN antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan DPR yang jauh dari checks and balances. Alhasil, APBN menjadi seberat saat ini, menjadi warisan pemerintahan selanjutnya.

“Misalnya soal utang, era SBY memwarisi Rp2.600 triliun, saat ini menjelang berakhirnya Pak Jokowi jumlahnya Rp8.300 triliun. Ini dasarnya apa? Karena defisit naik 1, 2 atau 3 persen semuanya diam. Ini Sri Mulyani sebagai menkeu terbaik di dunia, ngaturnya di toilet,” kata Prof Didik dalam sebuah dikusi publik secara daring, dikutip Jumat (12/7/2024).  

Sehingga, kata Prof didik, terjadi pertumbuhan utang yang ugal-ugalan. Pemerintah dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat leluasa dalam mengeluarkan surat utang, tanpa ada kontrol dari DPR.

“Syarat dari sebuah keputusan publik, apalagi terkait anggaran adalah checks and balances. Ibarat salat, syaratnya wudhu. Nah ini wudhunya enggak ada karena kentut. Tapi salatnya terus. Sehingga utang kita menjadi serampangan dan sangat berbahaya,” ungkapnya.

Ketika kalangan ekonom mengkritik gunungan utang yang diwariskan Jokowi, jawaban Sri Mulyani justru konyol. Misalnya membandingkan dengan rasio utang Jepang yang di atas 100 persen terhadap PDB. Sementara Indonesia masih di bawah ambang batas 30 persen.

“Membandingkan utang kita dengan Jepang, jelas tidak apple to apple. Misalnya kita utang Rp800 triliun, untuk bayar bunganya saja Rp497 triliun. Sedangkan Jepang sekitar Rp40 triliun lebih, karena surat utang mereka bunganya tidak jor-joran seperti Indonesia,” kata pria kelahiran Madura ini.

Alasan kedua, lanjut ekonom senior pendiri Indef ini, Indonesia tak memiliki mesin ekspor yang kapasitasnya setara Jepang. Di Jepang, kapastitas ekspornya bisa sampai triliunan dolar AS. Sementara Indonesia masih di bawahnya. Ambil contoh ekspor nikel yang selalu diagungkan Presiden Jokowi, nilai ekspornya Rp33 triliun.

“Besar memang. tapi, sebesar 80 persen dari devisanya tidak kembali ke Indonesia. Karena digunakan oleh investor pabrik nikel di Indonesia untuk bayar bank di luar negeri. Biasanya Singapura, Korea dan negara lain,” tutur Prof Didik.

Saat ini, lanjut dia, suku bunga (yield) surat utang Indonesia, masuk kategori super tinggi yakni 7,2 persen. Kondisi ini, hanya  dinikmati kelompok kaya dengan memborong surat utang. Jauh di atas surat utang negara lain, Jepang saja hanya 0,7-09 persen.

“Jadi, perusak pasar keuangan dunia itu Jokowi, Sri Mulyani dan DPR. Karena pasang bunga surat utang tinggi-tinggi,” kata dia.

Meski ditawarkan dengan bunga tinggi, peminatnya tidak sesuai ekspektasi. Pada 2023, misalnya, Kemenkeu tawarkan SBN (Surat Berharga Negara) Rp1.800 triliun. Yang laku Rp807 triliun. Priode Januari-Juni 2024, ditawarkan SBN Rp988 triliun yang laku Rp517 triliun. Atau hanya setengahnya laku.

Dengan menggunungnya utang di era Jokowi, lanjut Prof Didik, jangan kaget jika ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Indonesia terus meroket.  Saat ini, nyaris 2,5 kali zaman Soeharto.

“Apalagi jika rasio utang dinaikkan oleh pemimpin selanjutnya, maka ICOR naik lagi. Semakin tinggi ICOR maka semakin tidak efisien perekonomian suatu negara. Jadi, investor juga malas masuk,” kata Prof Didik.