Sebagai pemimpin baru, tantangan ekonomi yang harus dihadapi Prabowo Subianto, cukup berat. Banyak masalah ekonomi yang diwariskan Presiden Jokowi untuk 08, julukan Prabowo. Hati-hati pilih tim ekonomi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan Prabowo yang bisa cermat dan hati-hati.
Sebaiknya susun tim ekonomi dari kalangan professional yang mengerti betul akan masalah. Selain juga punya integritas dan komitmen terhadap merah-putih.
Sayangnya, Bhima belum melihat adanya komitmen itu dari sosok Prabowo. Malah, Prabowo lebih percaya anggota keluarga ketimbang kalangan teknokrat.
Ke depan, kata Bhima, banyak masalah yang harus segera diselesaikan Prabowo. Mulai soal minimnya kinerja pajak, pelebaran defisit dan pelebaran utang.
“Justru ada lubang yang belum ditutup. Salah satunya kebutuhan tim teknokrat yang bisa memberikan paduan secara teknis misalnya pajak. Apakah menunda PPN (kenaikan). Diganti dengan menaikkan pajak komoditas,” kata Bhima, Sabtu (13/7/2024).
Bhima menilai, Prabowo memiliki masalah kepercayaan atau trust issue. Sehingga, Prabowo lebih percaya cawe-cawe larga enyankut masalah anggaran.
“Kalau teknokrat yang menjelaskan bisa runtut dan sistematis. Bahasanya lebih teknis sehingga secara operasionalisasi APBN, termasuk utang 2025 itu bisa lebih terukur oleh para pelaku usaha, investor, juga DPR,” tuturnya.
Saat ini, kata Bhima, sangat sulit untuk menerka arah kebijakan Prabowo. Meski sudah dialokasikan anggaran Rp71 triliun untuk program makan bergizi gratis, belum tentu disetujui DPR.
“Saya pikir trust issue itu betul adanya. Jadi [Prabowo] lebih percaya sama keluarga untuk menjelaskan anggaran yang harus diserahkan kepada ahlinya, pada teknokrat,” ucap Bhima.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto berpandangan sama. Dia bilang, kerja-kerja teknokrat lebih terukur dan rasional di mata pelaku pasar, ketimbang pihak lain.
“Kalau terlalu didominasi unsur politisi, ada risiko kemungkinan semakin banyak gejolak perekonomian yang muncul akibat dari ‘bacaan’ situasi ekonomi yang lebih berdasarkan pandangan sisi politik. Ini tentu akan menimbulkan spekulasi di perekonomian,” kata Eko.