Majelis Hakim Tipikor mencecar pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad terkait pemberian uang gratifikasi Rp650 juta ke Terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
Uang itu diduga untuk pengkondisian perkara kasasi terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
“Ada uang yang Rp650 juta yang dibilang tadi itu uang apa?,” tanya Ketua Hakim Tipikor, Fahzal Hendri di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/7) 2024).
Fuad membenarkan memberikan uang tersebut kepada pengacara bernama Ahmad Riyad selaku pihak penghubung sekaligus diduga makelar kasus. Namun, ia mengaku tidak ingat jumlah uang diberikannya, antara sekitar Rp550 juta atau Rp650 juta.
“Berapa jumlah yang diterima oleh Ryad?, tanya Hakim Fahzal.
“Dua kali (penerimaan) antara Rp550 juta atau Rp650 juta ya mulia,”ucap Fuad.
Lebih rinci, Fuad mengaku memberikan uang tersebut sebanyak dua kali. Akan tetapi, ia tidak mengingat pasti jumlah nominalnya.
“Pertama itu Rp400 juta atau Rp500 juta Ya Mulia. Saya juga lupa Ya Mulia. Kedua saya juga ga memastikan waktu penyidik saya diperiksa itu antara Rp100 juta sampai Rp150 juta, tepatnya saya juga lupa Ya Mulia,”ucapnya kepada Hakim Fahzal.
Fuad pun menjelaskan alasan dirinya lupa tidak mengingat nominal uang diberikan kepada Riyad. Sebab, peristiwa itu begitu singkat terjadi ketika Riyad menawarkan bantuan kepada dirinya.
Ia mengaku meminjam uang saudara untuk memenuhi permintaan Riyad. Lalu, pergi ke Surabaya bersama Kepala Desa Kedunglosari, Tembelang, Jombang, Muhammad Hani. Uang tersebut disimpan dalam kantong kresek.
“Rp500 juta? atau Rp400 juta?,” cecar Hakim Fahzal.
“Rp400 juta atau Rp500 Ya mulia,” jawab Fuad.
“Kok lupa?,” tanya Hakim Fahzal heran.
“Karena waktu singkat saya harus mencari uang itu pinjam ke saudara-saudara saya berangkat ke Surabaya secara singkat Ya Mulia dengan tergesa-gesa,” jelas Fuad.
“Benar saudara bawa si Muhammad Hani?,” tanya Hakim Fahzal lagi.
“Iya Ya mulia, tapi uang itu ada di plastik Ya Mulia, di kresek Ya Mulia, Pak Hani tidak tahu jumlahnya,” ucapnya.
Namun, Fuad berbelit-belit memberikan keterangan bahwa tujuan uang tersebut digunakan untuk pengkondisian perkara kasasi terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017. Ia pun mengaku tidak tahu uang diberikannya kepada Riyadh apakah sampai ke tangan Gazalba Saleh.
“Bukan untuk menyuap orang?,” tanya Hakim.
“Saya tidak tahu, tidak mengerti hal itu Ya Mulia, saya sebatas berhenti di Pak Riyad saja Ya Mulia,” jawab Fuad.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh (GS) menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 62,9 miliar.
Jaksa KPK pun memaparkan dakwaan pertama, Gazalba menerima gratifikasi dengan total Rp 650 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Uang gratifikasi Rp 650 ini dibagi dua dengan Ahmad Riyad seorang pengacara selaku pihak penghubung atau makelar kasus. Bila dirincikan, Gazalba mendapatkan Rp 200 juta dan Riyad Rp 450 juta.
Selain itu, dakwaan kedua, Gazalba didakwa menerima gratifikasi bersama kerabatnya Neshawaty Arsjad dengan total Rp 37 miliar.
Uang gratifikasi ini terkait pengkondisian perkara Peninjauan Kembali (PK) eks Anggota DPRD Samarinda Jaffar Abdul Ghafar pada tahun 2020.
Lalu, Jaksa juga membeberkan, Gazalba menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
Maka itu total penerimaan gratifikasi Gazalba Saleh dan kemudian melakukan TPPU sebesar Rp 62,9 miliar.
Gazalba didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KHUP. Serta, Pasal 3 nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU jo 55 ayat 1 KHUP.