Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti proses penyusunan peraturan baru untuk perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) yang saat ini tengah digodok Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Puan meminta aturan yang dibuat harus mengutamakan keamanan dan perlindungan masyarakat.
“OJK harus tegas dalam menyusun aturan tentang pinjaman online dan utamakan perlindungan juga keamanan rakyat. Jangan sampai lebih banyak yang terlilit utang pinjol,” kata Puan, Senin (15/7/2024).
Puan mengatakan kondisi masyarakat Indonesia saat ini masih kurang mendapatkan literasi komprehensif terkait aturan pinjol. Karenanya, dibutuhkan edukasi agar mereka tidak terjebak dalam keadaan gagal bayar.
Puan meminta pemerintah harus tegas dalam menegakkan aturan yang menjaga agar konsumen pinjol dibatasi cara dan angkanya.
Data Statistik Fintech Lending OJK tahun 2023 menemukan mayoritas nasabah pinjol adalah generasi muda, terutama dari kelompok usia 19 sampai 34 tahun. Di generasi Z dan Milenial tercatat sebagai kelompok usia penerima terbesar kredit pinjol, yakni 54,06 persen atau mencapai Rp27,1 triliun.
“Dari data terlihat bahwa yang paling banyak melakukan pinjaman online itu generasi Z dan Milenial, ini yang harus kita perhatikan dan lindungi. Mereka pemimpin masa depan bangsa yang harus dilindungj dari permasalahan-permasalahan seperti ini,” ujarnya.
Dengan demikian, Ketua DPP PDI Perjuangan ini menekankan pentingnya edukasi, sosialisasi dan perlindungan regulasi untuk menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar mereka memahami aturan peminjaman online yang aman dan sesuai dengan keadaan ekonomi setiap masing-masing individu.
“Edukasi, sosialisasi, dan jaminam regulasi yang tegas dan pengawasan yang ketat menjadi hal yang penting agar masyarakat dapat membuat keputusan yang bijaksana saat menggunakan layanan pinjaman online,” tuturnya.
Lebih lanjut, Puan juga meminta pemerintah memberikan pengawasan kepada Fintech P2P lending. Ia menegaskan pemerintah dan pihak berwenang lainnya harus memastikan layanan pinjol yang digunakan masyarakat adalah layanan legal.
“Bagaimana Pemerintah menjamin agar pinjol-pinjol ilegal tidak lagi menjamur, dan tegas menerapkan penegakan hukum pada pinjol-pinjol ilegal yang memudahkan pemberian syarat pinjaman tapi sangat merugikan masyarakat karena bunganya yang tinggi,” ucapnya.
“Layanan pinjaman harus memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” kata Puan, menambahkan.
Berdasarkan data OJK, masyarakat Indonesia yang terlilit utang pinjol mencapai hampir 5 persen. Berbagai permasalahan sosial juga muncul akibat pinjol yang mencari keuntungan dengan modus memberatkan masyarakat. Bahkan ada beberapa kasus bunuh diri karena pinjol.
Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) pun sudah masuk dalam tahap penyelarasan. Dalam RPOJK LPBBTI direncanakan penyesuaian batas maksimum pendanaan produktif dari sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.