Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Pengawasan Haji DPR Wisnu Wijaya mempersoalkan langkah Kemenag yang mengalihkan kuota haji tambahan tanpa sepengetahuan DPR. Ia menegaskan alasan Kemenag yang sudah berdiskusi dengan pemerintahan Arab Saudi bukan alasan untuk bisa berbuat seenaknya.
“Kan untuk kuota itu ada undang-undangnya. Ketika Kemenag pun sudah mendapatkan izin dari, atau koordinasi dengan kementerian Arab Saudi, tapi harus berkoordinasi dengan DPR RI,” tegas Wisnu kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Selasa (16/7/2024).
Langkah gegabah ini, tutur dia, bisa berdampak panjang bagi anteran jemaah haji yang sudah mencapai 5,3 juta orang. “Karena kita mengingat adanya antrean yang begitu panjang, jumlahnya 5,3 juta jemaah. Kan mestinya dibahas dan dikonsultasikan, mana yang harus reguler dan mana yang untuk haji plus,” tutur dia.
Ia pun menyinggung ketentuan pemberian kuota haji plus dalam UU, yaitu maksimal 8 persen. Langkah Kemenag, disebutnya telah menabrak UU.
“Kalau 20 ribu bagi dua kan 10 ribu. Kita enggak mungkin, menteri menabrak aturan yang sudah ditandatangani presiden. Kemarin kita FGD dengan BPKH dan BPKH, sudah mengaku salah, kalau tidak berkoodinasi terkait alokasi tersebut,” katanya.
Sebelumnya, pengalihan 10 ribu kuota haji ini menjadi salah satu materi yang akan dibahas dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR RI. Pansus menilai pengalihan 10 ribu dari 20 ribu kuota tambahan yang diperoleh tahun ini cacat secara prosedural dan tidak sesuai dengan kesepakatan saat rapat kerja Komisi VIII DPR RI.
Hilman menjelaskan saat pertama kali mendengar tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu orang, pihaknya menyambut gembira sekaligus mesti berpikir keras soal pembagian kuota hingga pemberian layanan di tanah air dan Tanah Suci.
Tambahan kuota ini menjadi yang terbesar sepanjang penyelenggaraan ibadah haji dan menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian Agama. “Kira-kira gimana cara membawanya ke sana, pembagiannya, kemudian juga layanannya di tanah air, layanannya di sana, dan seterusnya,” ujar Hilman.
Kemenag kemudian melaporkan tambahan tersebut ke Komisi VIII DPR. Setelah rapat, Kemenag juga langsung berdiskusi dengan Kementerian Haji Saudi untuk membahas layanan untuk jamaah kuota tambahan.
Kedua kementerian tersebut lantas menyoroti perihal simulasi-simulasi yang mungkin bisa terjadi terutama saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Khusus di Mina, menjadi perhatian serius Kementerian Agama mengingat luasan Mina yang terbatas dan tenda-tenda di maktab yang tergolong sempit.
Di Mina terdapat lima sektor dan jamaah Indonesia biasa ditempatkan di sektor 3 dan 4. Sementara sektor 1 dan 2 diperuntukkan bagi jamaah haji khusus. Di sektor 3 dan 4, jamaah Indonesia tidak hanya berjejal dengan jamaah sesama negara, tetapi harus berbagi dengan jamaah dari Malaysia, China, hingga Filipina.
Hilman tak bisa membayangkan bagaimana kepadatan yang terjadi apabila 20 ribu orang bergabung dengan jamaah reguler normal di tenda maktab yang terbatas. Terlebih, tenda Mina yang hanya diisi jamaah reguler normal saja sudah berjubel.
Akhirnya Indonesia mengusulkan untuk memasukkan kuota haji tambahan ke zona 2 yang relatif masih kosong. Namun jalur itu, kata Hilman, biasanya dipakai oleh jemaah haji khusus. Kemudian pada Januari 2024, Hilman mengungkapkan Kementerian Haji memberikan rekomendasi yang dalam naskahnya memberikan tambahan kuota 20 ribu dengan pembagian rata antara reguler dan khusus dan menjadi panduan Kemenag.
“Nah kemudian di situlah apa namanya didorong ke zona 2, yang relatif masih kosong tapi itu beda jalur biasanya dipakai oleh haji khusus,” kata dia.
Atas dasar tersebut, Kemenag berupaya mengomunikasikan kepada Komisi VIII DPR RI. Namun karena berdekatan dengan waktu pencoblosan Pemilu, maka penyesuaian tidak berjalan dengan mulus. “Jadi betul ada situasi-situasi teknis, hasil kajian teknis yang kemudian kita simulasikan seperti itu (dialihkan). Jadi bukan dijual, karena Kemenag juga gak jualan kuota,” kata Hilman.