Dilema Anies Baswedan dan Posisi PAN di Pilgub DKI


Pilihan saat ini ada di tangan Anies Baswedan. Kemana ia akan berlabuh? Jangan sampai pilihan politiknya kali ini berujung kekalahan. Kalah dua kali dalam kontestasi politik adalah ‘bad luck’ yang semestinya dihindari.  Jika Anies berpikir titik tengah, sebetulnya pilihan paling rasional untuk maju di Pilkada DKI adalah bersama PAN. Komposisinya menjadi win-win bagi masing-masing pihak. Pilihan rasional lainnya adalah merapat ke koalisi pemerintahan, merapat ke KIM. Mungkin ini terasa sebagai ‘pengkhianatan’ di mata pendukungnya, tapi Anies harus sadar bahwa politik adalah ‘game’ kekuasaan. Merapat ke KIM adalah jalan terbaik untuk bisa memenangkan panggung politik yang bertahan hingga 2029.

Oleh: Wiguna Taher

Sampai kini, belum ada pasangan yang dianggap solid untuk Pilkada DKI Jakarta 2024. Menurut berbagai survei, sosok terkuat yang ada saat ini adalah Anies Baswedan. Survei Litbang Kompas terbaru (16/7/2024) menyebut, elektabilitas Anies mencapai 29,8%. Jauh di atas urutan kedua dalam survei yang sama yakni Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (20%) dan urutan ketiga Ridwan Kamil (8,5%). Sementara itu, putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, masih mentok di angka 1%.

Keunggulan Anies di papan survei dinilai wajar karena ia dianggap berhasil memimpin Jakarta pada periode 2019-2024. Popularitasnya juga makin moncer setelah Anies maju dalam perhelatan Pilpres 2024 berpasangan dengan Muhaimin Iskandar. Dengan modal popularitas dan elektabilitas yang tinggi, masalah Anies saat ini hanya satu: Ia berada di koalisi parpol yang kalah pada pilpres lalu, membuatnya sulit menyusun kekuatan parpol yang ‘comfortable’ untuk gelaran Pilkada November 2024 nanti.

Sebagai calon gubernur, Anies sebenarnya sudah diusung oleh PKS yang memasangkannya dengan mantan presiden partai Sohibul Iman (dideklarasikan akhir Juni 2024 lalu). Sayangnya, paket ini mendapatkan resistensi dari partai-partai lain yang selama ini disebut akan mencalonkan Anies. Di antara yang menolak adalah PKB, partai pimpinan Muhaimin Iskandar yang pada Pilpres lalu mengusung Anies. 

Wasekjen PKB, Syaiful Huda, bahkan menilai yang dilakukan PKS menduetkan Anies-Sohibul Iman di Pilgub Jakarta 2024 sebagai sesuatu yang ‘berbahaya’ (26/6/204). Pasalnya, PKS sendirian tidak memenuhi ambang batas pencalonan, tidak bisa sendirian mengusung cagub-cawagub.

Bagi PKB, Anies-Sohibul Iman (AMAN) adalah pasangan ‘jeruk makan jeruk’. Selama ini Anies dikenal sudah cukup ‘Islam’, komposisi Cagub-Cawagub yang Islam-Islam dianggap kurang pas dengan skema politik nasional yang harus ‘tengah’ nasionalis-religius. 

Warna PKS yang sangat Islam juga membuat partai lain kurang nyaman. Berkaca dari Depok, misalnya, PKS ditengarai akan membuat Jakarta (yang bagaimanapun masih ibukota negara) menjadi kota yang bernuansa ‘kanan’. Di mata kalangan pengusaha, ini kurang bagus untuk ekonomi dan bisnis yang terjadi di Jakarta. Soalnya Jakarta adalah wajah Indonesia yang seharusnya moderat.

Anies Dilirik PDIP dan Gerindra

Dianggap akan menang mudah, PDIP juga menunjukkan ketertarikan kepada sosok Anies. Ketua DPR RI Puan Maharani dalam sebuah wawancara di komplek parlemen menyatakan, “Menarik juga Pak Anies,” sambil menyebut bahwa, “PDIP siap bekerja sama dengan siapa saja” (4/6/2024). 

Tersiar kabar PDIP akan memasangkan Anies dengan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa, bahkan akan terus ditarik menjadi paket Capres-Cawapres Pilpres 2029. Pertanyaannya, apakah Andika bersedia turun kelas?

Seperti PKS, manuver PDIP yang mendekati Anies juga mendapatkan komentar yang tajam. PDIP yang dianggap antitesis PKS, posisinya berhadapan secara ekstrem dan diametral. PDIP di satu sisi, PKS di seberang yang lain. Posisi ini membuat sulit untuk mewujudkan Jakarta sebagai ibukota yang berada di ‘tengah’, tidak di kutub kanan atau kiri. Perkawinan Anies dengan PDIP yang menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran di periode ini juga akan membuat Anies kesulitan memimpin Jakarta yang harus terkoordinasi dengan ‘pusat’.

Koalisi partai yang ideal bagi Anies sebenarnya adalah partai-partai tengah. Masalahnya, partai-partai berideologi tengah seperti Golkar, Gerindra, Nasdem, PAN dan Demokrat menghadapi dilemanya tersendiri untuk mendukung Anies. Problem utamanya adalah mereka sudah punya calon sendiri-sendiri. 

Belakangan Gerindra kembali membuka peluang untuk mengusung Anies. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menekankan pentingnya ‘nilai keindonesiaan’ untuk pemimpin Jakarta yang akan diusung partainya. “Intinya sekali lagi pilkada ini harus menunjukkan kebersamaan meskipun dalam perbedaan. Pilkada ini harus menunjukkan Keindonesiaan,” kata Muzani (16/7/2024).

Sementara itu, partai terbesar dalam Koalisi Indonesia Maju, Golkar, menunjukkan bahwa partai ini punya logikanya sendiri dalam pengusungan kandidat pilkada–terutama DKI. Sebelumnya Golkar disebut akan mengusung Ridwan Kamil (RK) yang dianggap bisa menjadi lawan sepadan untuk Anies. Masalahnya, menurut perhitungan internal Golkar, juga berkaca pada hasil-hasil survei lembaga terkemuka, pencalonan RK di Jakarta kurang begitu meyakinkan–sulit bagi RK mengalahkan Anies di Jakarta, terlalu kuat. Beredar kabar, secara pribadi RK pun lebih condong maju kembali di Pilgub Jawa Barat–mengamankan lumbung suara partai beringin di tanah Pasundan.

Banyak Sosok Muda

Hal berikutnya yang perlu diperhatikan Anies adalah hadirnya sosok-sosok muda yang dianggap bisa berkontestasi di Pilgub Jakarta. Apakah berpasangan dengan sosok-sosok muda ini bisa menjadi ‘jalan tengah’ bagi seorang Anies Baswedan? 

Sebelumnya ada nama kader Gerindra yang juga keponakan tersayang Prabowo Subianto, Budi Djiwandono, tetapi batal mencalonkan diri karena ada “Arahan Pak Prabowo untuk lanjut di Parlemen” (30/5/2024).

Ada juga sosok Kaesang Pangarep, Ketum PSI, putra bungsu Presiden Jokowi, yang juga digadang-gadang maju di Jakarta. Meski isu ini masih simpang siur, dalam pertemuan di kantor Golkar, Ketum Airlangga Hartarto bermanuver memasangkan Kaesang dengan pengusaha Jusuf Hamka, juga staf khusus Menko Perekonomian (14/7/2024). Babah Alun, panggilan akrab Jusuf Hamka, bahkan menyatakan kesiapannya mendampingi Kaesang jika itu perintah Sang Ketum. Masalahnya, respons publik kurang antusias menyambut pasangan Kabah (Kaesang-Babah) ini. Apalagi elektabilitas Kaesang masih terlalu rendah, hanya 1%, tiga bulan menjelang pencoblosan.

Sosok muda lainnya yang disebut-sebut akan maju di Pilkada DKI adalah putri Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Sosok itu adalah Zita Anjani yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI dan berhasil membawa PAN memiliki 10 kursi di DKI. Dengan modal itu, PAN bisa dikatakan memiliki keleluasaan menyodorkan wakil gubernur. Apalagi Zita dianggap bisa dipasangkan dengan siapa saja. Jika KIM solid, RK-Zita bisa terjadi. Atau jika Kaesang yang didorong, Kaesang-Zita juga dianggap bisa berlayar.

Zita sendiri menyampaikan ketertarikannya berpasangan dengan Kaesang di Pilgub DKI. “Kalau saya ditanya siapa anak muda yang paling cocok di DKI jawabannya Kaesang,” kata Zita Anjani di Kantor DPP PAN (14/7/2024). “Saya rasa DKI Jakarta ini kalau ngga ada yang maju sayang ya. Banyak sekali potensi-potensi gen Z di sini, saya berharap dari PAN ada sosok yang entah itu gubernur atau wagubnya yang mewakili representasi anak muda atau gen Z,” sambung Zita.

Problem yang dihadapi sosok-sosok muda ini adalah elektabilitas. Meski masing-masing memegang tiket pencalonan dari partainya, peluang menang akan menjadi pertimbangan yang sangat penting. Saat ini elektabilitas Kaesang baru 1% di survei, sosok-sosok muda lainnya juga masih di bawah 1%.

Jika Anies dipasangkan dengan anak-anak muda ini, pertimbangan yang bisa diterima adalah soal tiket. Juga cara untuk ‘sliding in’ ke tengah. Bukan persoalan menambah elektabilitas.

PAN sebagai Titik Tengah

Andai Anies berpikir titik tengah, sebetulnya pilihan paling rasional untuk melaju di Pilkada DKI adalah bersama PAN. Komposisinya menjadi win-win bagi masing-masing pihak. Posisi PAN yang berada di tengah dan di dalam pemerintahan bisa membuat partai lain yang resisten terhadap PKS atau PDIP di kubu Anies mau bergabung. Belum lagi mengingat kelihaian Zulkifli Hasan dalam melakukan lobi, partai-partai seperti Nasdem, Demokrat, bahkan Golkar bisa ikut bergabung.

Bagi Anies, maju dengan PAN juga menguntungkan dalam konteks ‘political positioning’. PAN bisa membawa sosok Anies kembali ke tengah. Secara politik, jika menang pemilu dan kembali memerintah, keberadaan PAN di Anies juga akan membuat kolaborasi DKI dengan Pemerintah Pusat lebih luwes. Zulhas bisa menjadi mediator yang pas untuk menengahi Anies dengan Prabowo.

Selain itu, bagi PAN kehadiran sosok Anies akan mengembalikan lagi track partai ini ke poros Islam tengah. PAN saat ini kekurangan tokoh yang dianggap punya gagasan dan visi jangka panjang, Anies bisa mengisi peran itu untuk Zulhas yang akan memimpin partai matahari putih satu periode lagi.

Pilihan saat ini tentu saja ada di tangan Anies Baswedan. Kemana ia akan berlabuh? Jangan sampai pilihan politiknya kali ini berujung kekalahan. Kalah dua kali dalam kontes politik adalah ‘bad luck’ yang semestinya dihindari, karir politik Anies dipertaruhkan di sini.

Jika Anies berpikir melankolis, ia mungkin akan maju terus bersama PKS, apapun risikonya. Tapi ‘nature’ politik Indonesia agak berbeda, ia tak bisa ditarik ke ekstrem tertentu. Memaksakan pilihan ini akan justru membuat Anies dijauhi. Jika berpikir jangka panjang, situasi ini tentu tak menguntungkan untuk masa depan. Apalagi jika Anies punya agenda untuk maju kembali pada Pilpres 2029 mendatang.

Pilihan rasional buat Anies sebenarnya adalah merapat ke koalisi pemerintahan, merapat ke KIM. Mungkin ini terasa sebagai ‘pengkhianatan’ di mata pendukungnya yang antipemerintah, tapi Anies harus sadar bahwa politik adalah ‘game’ kekuasaan. Merapat ke KIM adalah jalan terbaik untuk bisa memenangkan panggung politik yang bertahan hingga 2029. Menjadi melankolis tak selalu membuat politik bisa dijalankan–apalagi dimenangkan.

Konon, seperti Jokowi ke Prabowo, presiden terpilih juga menawarkan posisi kabinet kepada Anies Baswedan. Menjadi menteri Prabowo mungkin kurang bagus buat Anies. Tapi bermitra di pemerintahan dengan maju di Pilgub DKI bersama KIM, rasanya adalah jalan tengah yang paling pas dan elegan. PAN dan Zulkifli Hasan bisa membukakan Anies pintu itu.

Wiguna Taher (Pemimpin Redaksi Inilah.com)