KPU tidak konsisten. Sempat menyebut Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD Sumatera Barat (Sumbar) sepi peminat, tapi langsung diralat begitu terbongkar PSU habiskan duit Rp350 miliar, kini diklaim pemilih banyak.
Plt Ketua KPU RI Mochammad Afifudin mengklaim bahwa jumlah pemilih Sumbar memang termasuk cukup besar sehingga PSU harus digelar di 17 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS).
“Ya karena itu dia pemilihnya paling besar, dapilnya itu berapa provinsi, TPS nya 17.000, paling besar, sekitar 300-an miliar sekian, benar,” ujar Afif di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2024).
Afif juga menjelaskan terdapat kendala yang terjadi di Kepulauan Mentawai yang sempat mengalami kehilangan kontak lantaran adanya ombak besar.
“Tapi kan itu harus kita lakukan semua dan sudah kita lakukan. Ya kurang-kurang ada, tapi KPU ini dengan waktu yang sangat sedikit, 13 hari. Sudah kita lakukan semua sebisa mungkin (untuk PSU),” tuturnya.
Sebelumnya, anggota KPU Idham Holik mengungkap terjadi penurunan partisipasi dalam PSU DPD Sumbar yang digelar pada Sabtu (13/7/2024) lalu. Bisa jadi karena adanya yg namanya political fatigue atau kelelahan politik, kejenuhan politik,” kata Idham kepada wartawan, Rabu (17/7/2024).
Ia menjelaskan, dari evaluasi KPU, partisipasi PSU di Sumbar tidak sampai 40 persen. Idham mengatakan, rendahnya partisipasi berlangsung merata di 19 kabupaten/kota. “Yang tertinggi ada di Kabupaten Limapuluh Kota dengan angka partisipasi 42 persen. Adapun yang terendah Kota Bukittinggi dengan hanya 26,8 persen. Rata-rata partisipasi di Sumbar 35,71 persen,” ujarnya.
Bawaslu Sentil KPU
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyayangkan pemborosan yang dilakukan KPU hingga menghabiskan Rp350 miliar untuk pemungutan suara ulang (PSU) anggota DPD Sumatera Barat (Sumbar).
Menurut Bagja, uang sebanyak itu bisa dialihkan untuk kepentingan yang lain. Oleh sebab itu, Ia meminta agar KPU patuh pada aturan ke depannya sehingga tidak menimbulkan pemborosan uang untuk PSU.
“Teman-teman coba tebak biaya PSU di Sumatera Barat, untuk satu kotak suara ayo berapa? Rp100 M? Tebak aja, 17 ribu TPS, Rp350 miliar,” kata Bagja kepada wartawan, ditulis Jumat (19/7/2024)
Pemborosan ini, tutur dia, sejatinya bisa dihindari jika KPU sejak awal mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018, terkait eks narapidana koruptor boleh ikut menjadi peserta pemilu.
Ia menambahkan, eks napi yang masa hukumannya lebih dari 5 tahun, memang tidak bisa langsung nyaleg, harus ada masa jeda. Namun, tutur dia, jika masa pidana eks napi tak sampai 5 tahun, maka diperbolehkan nyaleg.
Sementara, pada Pemilu 2024, KPU tidak memasukan eks narapidana koruptor Irman Gusman ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) DPD Sumbar. Yang mana, gugatan Irman dikabulkan oleh PTUN. “Rp350 miliar, PSU. Oleh sebab itu kami meminta KPU untuk berpikir keras dan benar menentukan PKPU ke depan atau syarat calon kepala daerah sesuai putusan MA,” sambung dia.