Akankah Anak-anak Gaza yang Hilang Ditemukan?


Nasib sekitar 21.000 anak-anak Gaza yang hilang masih belum pasti. Sementara menyatukan mereka kembali dengan keluarga mereka yang masih hidup mungkin merupakan tugas yang hampir mustahil.

Safaa Nakhala, seorang ibu berusia 38 tahun asal Gaza, menceritakan kehilangan yang amat sangat yang dialaminya, berduka atas meninggalnya suami dan ibu mertuanya. Ia juga kehilangan jejak putrinya yang berusia satu setengah tahun, Talia, di tengah serangan udara yang menghantam rumah mereka.

“Pada 29 Desember, seluruh dunia saya berputar ketika pesawat tempur Israel mulai menyerang bagian selatan Gaza, dan menghancurkan lingkungan sekitar kami, menghancurkan rumah kami, dan mengambil orang-orang yang kami cintai tanpa ampun,” kata Safaa.

“Udara penuh dengan asap dan debu, saya tenggelam dalam suara ledakan keras yang memekakkan telinga dan kekacauan yang saya saksikan saat seluruh bangunan runtuh di sekeliling kami. Saya kehilangan pandangan terhadap putri saya dan tidak dapat bergegas untuk menggendongnya karena jalan setapak menuju ruang tamu tempat dia tertidur telah runtuh, beserta kamar tidur tempat dia tidur,” jelasnya.

Menurut Safaa, semua itu terjadi dalam hitungan detik ketika serangan udara telah menghancurkan satu bagian rumah. Dalam satu rumah tangga yang beranggotakan lima orang, Safaa dan saudara iparnya selamat dari serangan itu karena mereka berada di sisi lain flat.

Penderitaan dan kesedihan mengintai mereka berdua, terutama setelah menemukan jasad suaminya dan ibu mertuanya, namun tidak menemukan jasad Talia. Hatinya terombang-ambing antara harapan dan keputusasaan, berdoa memohon keajaiban agar putrinya tetap hidup dan suatu hari nanti kembali kepadanya sambil bertanya-tanya apakah dia mungkin kini telah menjadi ‘burung kecil di surga’ seperti yang dikatakannya.

“Kekosongan dan rasa bersalah kini mewarnai hidupku dan aku hidup dalam ketidakpastian, bertanya-tanya apakah dia terjebak di suatu tempat di bawah reruntuhan, diselamatkan dan diambil oleh seseorang, atau dikubur di kuburan yang tidak diketahui, atau dimakan oleh anjing dan kucing,” imbuh Safaa.

Ketidakpastian Nasib Anak-anak Hilang

Dengan ribuan anak-anak di Gaza yang menjadi korban perang, banyak yang mungkin hilang karena kemungkinan besar mereka terbunuh selama pengeboman, serangan udara atau kekerasan lain yang dilakukan oleh militer Israel. Mayat mungkin tidak selalu ditemukan atau diidentifikasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian tentang nasib mereka. Sama seperti nasib Talia.

Dr Ahmed Khatib, seorang Pengacara Hak Asasi Manusia Yordania dan dosen di Universitas Ottawa, menjelaskan hal ini dari perspektif hukum dan etika. “Lingkungan yang kacau, seringnya pengungsian, dan rusaknya infrastruktur semakin mempersulit upaya pencarian anak-anak yang hilang,” ungkapnya kepada The New Arab (TNA). 

“Anak-anak yang hilang di Gaza, yang nasibnya tidak diketahui, merupakan pelanggaran berat terhadap hak untuk hidup dan keamanan berdasarkan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional,” kata Dr. Ahmed.

Lebih dari 14.000 anak telah terbunuh di Jalur Gaza, dari jumlah korban tewas lebih dari 38.000, sejak Israel melancarkan perangnya pada Oktober tahun lalu, menurut Kementerian Kesehatan Palestina dan UNICEF.

Penghilangan paksa atau penculikan anak-anak selama konflik dapat dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma dari Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) menurut Dr Ahmed. Pelaku tindakan tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban di pengadilan internasional. “Negara-negara yang terlibat dalam konflik harus menyelidiki kasus penghilangan paksa dan memberikan informasi kepada keluarga korban,” tambah Dr. Ahmed.

Dari sudut pandangnya, pengacara dan aktivis hak asasi manusia dapat mengadvokasi peningkatan upaya operasi pencarian dan penyelamatan, melibatkan organisasi internasional untuk menemukan anak-anak hilang dan menyatukan kembali mereka dengan keluarga mereka atau setidaknya menemukan kembali jenazah untuk dikuburkan.

“Para profesional hukum juga dapat mendorong dukungan psikologis, sosial, dan hukum bagi keluarga anak-anak hilang sebagai respons untuk mengatasi trauma dan kehilangan mereka sekaligus meningkatkan kesadaran tentang penderitaan anak-anak yang hilang melalui liputan media dan perhatian internasional,” kata Dr. Ahmed.

Menurut Save the Children, hampir mustahil untuk mengumpulkan dan memverifikasi informasi dalam kondisi saat ini di Gaza. Namun, perkiraan mereka menunjukkan bahwa sedikitnya 17.000 anak tidak memiliki pendamping dan terpisah dari keluarga mereka, dan sekitar 4.000 anak kemungkinan hilang di bawah reruntuhan.

Selain itu, sejumlah anak yang tidak diketahui jumlahnya diyakini dikubur di kuburan massal atau telah dihilangkan secara paksa, termasuk mereka yang ditahan dan dipindahkan dari Gaza. Laporan tersebut juga mencatat bahwa 250 anak Palestina juga hilang di Tepi Barat yang diduduki, hingga 9 Juni.

Jaringan komunikasi, rumah, dan infrastruktur sipil yang hancur membuat sulit untuk melacak anak-anak hilang atau menyatukan kembali dengan keluarga mereka.

Jumlah Sebenarnya Bisa Jauh Lebih Besar

Statistik terkini dari Save The Children membuktikan bahwa jumlah kematian anak-anak di Gaza yang dilaporkan kemungkinan merupakan perkiraan lebih rendah, karena banyak anak masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan dan masih belum diketahui keberadaannya. Kondisi di lapangan yang kacau dan berbahaya telah membuat sangat sulit melakukan pencarian menyeluruh dan mendokumentasikan korban secara akurat.

Upaya penyelamatan sering kali terhambat oleh kekerasan yang terus berlangsung dan terbatasnya akses ke peralatan yang diperlukan, sehingga masih banyak jenazah belum ditemukan. Selain itu, beberapa anak mungkin telah dihilangkan atau ditahan secara paksa, sehingga semakin mempersulit upaya untuk memastikan jumlah sebenarnya kematian anak.

Jeremy Stoner, direktur regional Save the Children untuk Timur Tengah, telah mendesak dilakukannya penyelidikan independen terhadap keadaan anak-anak Gaza yang hilang dan menekankan perlunya akuntabilitas. Serangan yang sedang berlangsung ini membuat keadaan menjadi sangat berbahaya bagi para pekerja penyelamat Gaza yang tersisa untuk beroperasi. 

Kapten Raed Saqr dari Departemen Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan di Pertahanan Sipil Gaza mengatakan kepada TNA, setiap kali bom atau serangan terjadi, Pertahanan Sipil Gaza bertanggung jawab untuk menyelamatkan orang-orang, tetapi kemampuan melakukan penyelamatan dibatasi oleh kurangnya peralatan canggih dan keterbatasan sumber daya medis dan penyelamatan. Jadi saat ini mereka bekerja dengan sangat minim untuk menyelamatkan orang-orang dari bawah reruntuhan.

“Semua anak yang hilang itu tidak bersalah, ini bukan perang biasa, hanya Tuhan yang tahu berapa banyak anak yang benar-benar hilang dan apakah mereka akan ditemukan, baik hidup atau mati, sangat sulit untuk memastikannya karena jumlahnya ribuan,” imbuh Raed.