Cabut Keterangan soal 18 Ribu SGD, KPK Ingatkan Pasal 22 Saksi Kasus Gazalba Saleh


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pasal 22 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kepada pengacara pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad, Ahmad Riyadh.

Sebelumnya dalam sidang kasus penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) (18/7), Riyadh tiba-tiba mencabut keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait pemberian uang senilai 18 ribu dolar Singapura atau setara Rp216,98 juta kepada Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.

“Pasal 22 yaitu barang siapa yang tidak mau memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar,” ujar Jubir KPK, Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Minggu (21/7/2024).

Tessa meminta Majelis Hakim Tipikor Fahzal Hendri Cs untuk tegas melihat fakta persidangan ini.

Menurutnya, hakim bisa saja memerintahkan Jaksa Penuntut KPK untuk merekomendasikan kepada tim penyidik menetapkan Riyadh sebagai tersangka karena diduga memberikan keterangan palsu dalam persidangan. Hal ini berkaca pada sidang-sidang sebelumnya.

“Pernah dilakukan biasanya apabila ada saksi yang memberikan keterangan tidak benar atau tidak mau memberi keterangan di ujung persidangan, ada perintah (hakim) kepada jaksa penuntut umum,” ucapnya.

Ia berharap hakim bijak dalam memutuskan perkara ini di akhir sidang. Jangan sampai proses sidang Gazalba terkesan bau anyir.”Jadi, ini persidangannya masih berlangsung, kita lihat nanti ujungnya seperti apa, apakah ada perintah hakim atau tidak kepada jaksa ya kita lihat nanti,” ucapnya menutup pembicaraan.

Sebelumnya, Riyadh mengungkapkan pencabutan berkas dilakukan karena kondisi mentalnya sempat tidak stabil saat diperiksa penyidik yang tiba-tiba datang ke kantornya kala itu.

“Saat itu terus terang saya blank, saya banyak lupa juga,” kata Riyadh dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (18/7/2024).

Dia menuturkan uang itu merupakan bagian dari pembayaran jasa dirinya sebagai pengacara saat mengatasi kasus Jawahirul Fuad.

Riyadh membeberkan, bayaran jasa diberikan sebesar Rp650 juta dari Jawahirul Fuad, yang meliputi senilai Rp500 juta sebelum perkara diputus di Mahkamah Agung (MA) dan Rp150 juta setelah perkara diputus. Selanjutnya uang jasa tersebut, ia ubah ke dalam bentuk dolar Singapura.

“Tetapi uang ini tidak saya serahkan. Hanya untuk saya sendiri, tidak ada untuk Pak Gazalba,” tuturnya.

Dalam kasus tersebut, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar terkait penanganan perkara di MA.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18.000 dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diterima Gazalba bersama-sama dengan Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.