Tahun depan, biaya hidup dipastikan semakin berat. Karena, harga barang semakin gila-gilaan naiknya. Gara-gara pemerintah nekat mengerek naik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kepastikan PPN digenjot menjadi 12 persen disampaikan Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso di kantornya, Jakarta, Kamis (25/7/2024). Dia bilang, kenaikan PPN 12 persen sudah masuk dalam RAPBN 2025.
“Semua asumsi, semua antisipasi apapun, sudah dijadikan dasar dalam membuat posturnya. Jadi sebenarnya memang sudah dihitung bahkan sudah panjang prosesnya,” kata Susiwijono.
Dia mengatakan, rencana penerapan itu sudah masuk ke dalam postur rentang target pendapatan negara yang dirancang dalam RAPBN 2025.
Sebagaimana diketahui, dalam kesepakatan Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RAPBN 2025, pendapatan negara ditetapkan di rentang 12,3 persen-12,36 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kan sudah dihitung penerimaan kita itu target revenuenya, komponennya apa-apa, kan sudah didetailkan di situ,” ucap Susiwijono.
Meski begitu, ia menekankan, terkait pelaksanaan kebijakan itu tentu sepenuhnya kewenangan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, meskipun sudah menjadi amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kita belum tahu, tapi itu kan amanat dari Undang-Undang HPP, jadi tinggal masalah implementasi pemberlakuannya saja,” tutur Susiwijono.
Kompak Tolak PPN 12 Persen
Ekonom INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Eko Listiyanto berharap, pemerintah dan DPR mengkaji ulang rencana kenaikan PPN 12 persen pada 2025. Dia menilai, tahun depan momentumnya belum pas untuk mengerek PPN menjadi 12 persen.
“Kondisi perekonomian saat ini dan ke depan, belum siap dibebani kenaikan PPN,” kata Eko.
Tahun ini saja, Eko mencontohkan, perekonomian didukung momentum Pemilu 2024, Ramadan, dan persiapan Lebaran, namun pertumbuhannya tidak besar-besar amat. Kuartal I-2024, perekonomian hanya tumbuh 5,11 persen.
“Di masa puasa saja (pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024) nggak bisa menyentuh asumsi makro yang ditetapkan 5,2 persen (dalam APBN 2024) dan tertekan daya beli terlihat nyata,” tutur Eko.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo), Handaka Santosa berpandangan sama. Tak setuju dengan rencana kenaikan PPN jadi 12 persen pada tahun depan.
Ia berharap, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka membatalkan rencana kenaikan PPN tersebut. Alasannya, kenaikan PPN menjadi 12 persen, semakin menenggelamkan daya beli masyarakat yang saat ini sudah sekarat.
“Kami hanya bisa berharap ke pemerintahan baru nanti, PPN 12 persen dibatalkan saja. Sudah, enggak perlu dinaikan, untuk mendongkrak dan mensupport daya beli masyarakat, stabil, sehingga konsumsi rumah tangga bisa dipertahankan,” lanjutnya.
Menaikkan PPN menjadi 12 persen, penerimaan negara memang bertambah. paling tinggi sekitar Rp50 triliun. Namun, beban rakyat dan pengusaha kalau dikumpulkan bisa lebih dari angka itu.
Kalau pemerintah tak bisa diingatkan, kini bolanya di tangan DPR. Harapan masyarakat agar PPN tak jadi naik menjadi 12 persen pada tahun depan, bergantung keberpihakan para politikus di Senayang diuji. Apakah mereka berpihak kepada rakyat kecil, atau oligarki.