Kemenkeu di Bawah Sri Mulyani Kurang Serius Perangi Kejahatan Keuangan Kerah Putih


Pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho, mengkritik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin Sri Mulyani belum serius dalam menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan dan akuntabilitas publik. Akibatnya, banyak kejahatan keuangan yang sulit dibongkar.

“Kita jangan terlalu alergi dengan kata revolusi. Wujudnya bisa edukasi. Misalnya revolusi dalam tatanan keuangan negara. Ke depan, tata kelola keuangan negara harus transparan dan akuntabel. Dan seluruh masyarakat berhak tahu,” kata Hardjuno dalam Airlangga Forum, dikutip Selasa (30/7/2024).

Celakanya, menurut Hardjuno, Kemenkeu khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) terkesan kurang proaktif dalam memerangi segala bentuk penyelewengan uang negara. Aparat penegak hukum acapkali kesulitan dalam mendapatkan informasi dari DJKN Kemenkeu.

“Yang terjadi sekarang, Kemenkeu atau DJKN ketika aparat penegak hukum ingin mendapatkan informasi atau data, malah ditutupi, dipersulit. Sehingga penjahat berkerah putih jauh lebih jahat,” ungkapnya.

Dia pun menyoroti sikap masyarakat yang antipati terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Karena, antar penegak hukum kita tidak kompak. misalnya, kejaksaan tidak kompak dengan kepolisian. Atau KPK yang dikabarkan tidak akur dengan KPK. Nah, ini semua otaknya pelanggar hukum. Mereka punya uang untuk mengatur penguasa,” imbuhnya.

Sikap antipati masyarakat terhadap perilaku korupsi di Indonesia tercermin dari indeks perilaku anti korupsi (IPAK) Indonesia pada 2024, sebesar 3,85. Turun ketimbang capaian 2023 sebesar 3,92.

“Jadi, saya kira, kontribusi terbesar dari melemahnya IPAK adalah keputusasaan masyarakat melihat perilaku hukum di tingkat elite. Banyak kasus yang melibatkan elit berujung dengan tak terungkapnya kasus itu atau hukuman yang tak setimpal,” jelasnya.

“Kita perlu memastikan bahwa lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan dan kepolisian memiliki sumber daya yang cukup serta bebas dari intervensi politik,” tambahnya.

Peran masyarakat, ujarnya, sangat krusial. Terutama dalam peningkatan IPAK. “Masyarakat harus diberdayakan untuk turut serta dalam pengawasan terhadap perilaku koruptif. Ini bisa dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam melaporkan kasus-kasus korupsi, dan benar-benar dilindungi pelapor ini,” ujarnya.