KBRI London Pastikan tak Ada WNI Jadi Korban Kerusuhan Inggris


Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam kerusuhan massal di Inggris.

“Berdasarkan komunikasi dengan komunitas Indonesia, hingga saat ini tidak ada WNI yang menjadi korban,” kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (5/8/2024).

Judha menyampaikan, KBRI London telah memberikan imbauan kepada WNI di Inggris untuk meningkatkan kewaspadaan serta mempertimbangkan urgensi apabila hendak bepergian.

KBRI juga sudah meminta WNI di London menghindari kerumunan massa dan lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi tempat berkumpulnya demonstran.

“Para WNI diminta selalu memantau dan mengikuti arahan otoritas setempat. Dalam kondisi darurat, segera hubungi nomor darurat setempat 112 atau 999 ataupun saluran kekonsuleran KBRI +447795105477 atau +447425648007,” kata Judha.

Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri RI, sebanyak 18 WNI tercatat tinggal di Sunderland. Di Manchester, ada 532 WNI yang menetap di sana. Kemudian di Leeds, sebanyak 467 WNI tinggal di sana.

Lalu, sebanyak 290 WNI juga tercatat tinggal di Nottingham dan 228 WNI di Bristol. Adapun di Liverpool dan London, masing-masing tercatat dihuni oleh 134 WNI dan 3.279 WNI.

Inggris bergejolak imbas serangkaian protes yang berujung rusuh di sejumlah wilayah.

Menurut laporan AFP, kerusuhan ini dipicu rumor palsu soal latar belakang remaja berusia 17 tahun Axel Rudakubana yang diduga melakukan penikaman massal di Southport, Merseyside, Senin pekan lalu (29/7/2024).

Penikaman itu menyebabkan tiga anak tewas dan 10 lainnya luka-luka. Mereka yang meninggal yakni Bebe King (6), Elsie Dot Stancombe (7), dan Alice DaSilva Aguiar (9).

Rumor bahwa terduga pelaku seorang imigran Muslim pun beredar luas di media sosial pasca insiden. Narasi ini lantas menyulut kemarahan warga Inggris sehingga mereka menggelar protes.

Protes yang dimanfaatkan oleh kelompok sayap kanan ini pun berujung rusuh. Massa menargetkan masjid-masjid serta pencari suaka dan komunitas Islam di sejumlah wilayah Inggris.

Di Southport, massa melempar batu bata ke sebuah masjid. Di kota di timur laut Inggris, Sunderland, para pedemo membakar mobil, kantor polisi, menjarah toko, hingga menyerang masjid.

Di Belfast, Irlandia Utara, demonstran melempar kembang api di tengah-tengah pertikaian antara kelompok anti-Islam dan pedemo anti-rasisme.

Merespons kerusuhan ini, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer berjanji siapa pun yang melakukan tindak kekerasan akan dijerat hukum yang berlaku.

Dia juga menuding ‘geng preman ekstrem kanan‘ telah menunggangi kesedihan bangsa untuk menebar kebencian.