Para pemimpin mahasiswa di Bangladesh telah meminta para pendukungnya menjaga kuil dan gereja. Sementara para diplomat dan kelompok hak asasi manusia menyatakan keprihatinan atas laporan serangan terhadap kelompok minoritas setelah perdana menteri mengundurkan diri di tengah pemberontakan nasional.
Terjadi euforia namun juga diikuti dengan penjarahan dan pengrusakan monumen nasional serta gedung pemerintahan setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina meninggalkan negara tersebut pada Senin (5/8/2024) menyusul demonstrasi mematikan selama berminggu-minggu terhadap pemerintahannya.
Politisi oposisi pada hari Selasa (6/8/2024) menyerukan perlindungan semua warga Bangladesh “tanpa memandang agama dan politik, dari kekerasan diskriminatif”, di tengah laporan serangan terhadap kuil dan gereja.
Para pelajar terlihat menjaga kuil-kuil Hindu dan tempat ibadah lainnya dalam rekaman media sosial dan gambar yang diverifikasi oleh lembaga pemeriksa fakta Al Jazeera, Sanad, termasuk di Chittagong, kota terbesar kedua di negara itu.
“Para penjahat secara sistematis menyerang berbagai lembaga publik dan swasta untuk membuktikan bahwa gerakan mahasiswa salah,” kata koordinator Universitas Chittagong, Russell Ahmed, kepada surat kabar Bangla Tribune.
“Untuk mencegah segala bentuk serangan terhadap tempat ibadah, kuil, dan gereja berbagai agama di Chittagong, kami telah membentuk sebuah komite di setiap distrik … untuk berjaga-jaga mulai Senin (5/8/2024) malam,” katanya.
Di ibu kota, Dhaka, seorang pria Muslim terlihat menjaga Kuil Dhakeshwari, tempat ibadah umat Hindu. “Seorang pria Muslim terlihat sedang salat di depan kuil Dhakeswari… dan melindungi kuil Hindu dari semua orang jahat yang mencoba menghentikan reformasi dengan menyerang kaum minoritas dan properti publik,” Saif Ahmed, manajer media sosial tim kriket Bangla Tigers, berbagi di X. Baik tetangga Muslim maupun Hindu menjaga dan melindungi kuil tersebut, demikian laporan surat kabar Dhaka Tribune.
Para mahasiswa yang memimpin protes terhadap Hasina atas kuota pekerjaan pemerintah yang mereka katakan diskriminatif juga mendesak orang-orang untuk tidak menargetkan komunitas minoritas di negara berpenduduk mayoritas Muslim dengan 170 juta orang itu.
Nahid Islam, seorang mahasiswa di Universitas Dhaka dan salah satu penyelenggara protes, mengatakan kepada media lokal: “Tidak ada pengelompokan atau perpecahan di antara kami. Kami menentang segala bentuk hasutan, sabotase, atau perpecahan keagamaan. Kami akan mencegah segala upaya semacam itu.”
Partai oposisi utama, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), mengimbau masyarakat untuk menahan diri dalam apa yang disebutnya sebagai masa transisi di jalur demokrasi.
“Merupakan tugas kita untuk melindungi semua warga Bangladesh, tanpa memandang agama dan politik, dari kekerasan diskriminatif, dan tidak melecehkan komunitas tertentu, menciptakan perpecahan, atau membalas dendam. Umat Muslim, Hindu, Kristen, Buddha, penganut agama, ateis – tidak seorang pun akan tertinggal atau berprasangka buruk dalam perjalanan demokrasi kita; bersama-sama, kita semua bangga menjadi warga Bangladesh,” tulis Tarique Rahman, penjabat ketua BNP, di X.
Diplomat Prihatin
Hari Senin adalah hari kerusuhan paling mematikan sejak protes meletus bulan lalu, dengan sedikitnya 122 orang tewas. “Rumah-rumah dan toko-toko milik warga minoritas diserang, dirusak, dan dijarah, setidaknya di 97 tempat pada hari Senin dan Selasa,” kata Rana Dasgupta, sekretaris jenderal Dewan Persatuan Hindu Buddha Kristen Bangladesh, dalam sebuah pernyataan, kantor berita AFP melaporkan.
“Serangan seperti itu terhadap kaum minoritas bertentangan dengan semangat dasar gerakan mahasiswa antidiskriminasi,” kata kepala Transparency International Bangladesh (TIB), Iftekharuzzaman, kepada AFP.
Menteri Luar Negeri India S Jaishankar pada hari Selasa mengatakan bahwa negaranya “memantau situasi terkait status minoritas”, seraya menambahkan bahwa pemerintah India akan tetap sangat prihatin hingga hukum dan ketertiban benar-benar dipulihkan.
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Dhaka menyerukan “ketenangan”, dalam sebuah postingan di X. “Kami prihatin dengan laporan serangan terhadap kelompok minoritas agama dan situs keagamaan di Bangladesh,” katanya, sebuah pesan yang digaungkan oleh diplomat Uni Eropa.
Kepala misi Uni Eropa “sangat prihatin dengan laporan yang masuk mengenai berbagai serangan terhadap tempat ibadah dan anggota kelompok agama, etnis, dan minoritas lainnya di Bangladesh,” tulis Duta Besar Uni Eropa untuk Bangladesh Charles Whiteley di X.