Kasus DJKA Kemenhub, KPK Telusuri Pemberian Fee ke Tersangka Yofi


Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa tiga orang saksi untuk mendalami soal pemberian fee kepada salah satu tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan Yofi Oktarisza (YO).

“Ketiga saksi hadir semua dan didalami terkait pengaturan lelang dan pemberian fee kepada tersangka,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, tiga orang saksi tersebut adalah karyawan swasta bernama Toro, wiraswasta bernama Andhika Candra Bandi, dan kuasa KSO Rindang-Andi bernama Fitrah Hari Purnomo.

Namun, pihak KPK belum memberikan informasi lebih lanjut mengenai besaran fee tersebut dan detail soal ke mana saja aliran uang yang berasal dari fee tersebut.

Pada Kamis, 13 Juni 2024, KPK menahan satu orang tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

KPK Tetapkan PPK Tersangka

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menerangkan tersangka baru tersebut adalah Yofi Oktarisza selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang.

Asep menerangkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Yofi adalah hasil pengembangan dari perkara sama yang menjerat pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS) yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS).

Perkara dugaan korupsi terhadap tiga tersangka itu kini sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang.

Dion Renato diketahui sebagai salah satu rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan, yang memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT Istana Putra Agung (IPA), PT Prawiramas Puriprima (PP), dan PT Rinego Ria Raya (RRR).

Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, termasuk di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah.

“Saudara DRS mendapatkan bantuan dari PPK, termasuk tersangka YO, untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa,” kata Asep.

Penyidik KPK kemudian menemukan data bahwa paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain:

1. Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog – Kebasen (Multiyears 2016-2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016–2018) dengan nilai paket Rp128,5 milyar (Rp128.594.206.000) menggunakan PT. IPA.

2. Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km.350+650) antara Purwokerto-Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp49,9 milyar (Rp49.916.296.000) menggunakan PT. PP.

3. Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan – Maos Koridor Banjar – Kroya Lintas Bogor – Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp12,4 milyar (Rp12.461.215.900) menggunakan PT. PP.

4) Peningkatan Jalur KA Km. 356+800 – Km. 367+200 sepanjang 10.400 M’sp antara Banjar – Kroya (2019-2021) dengan nilai paket Rp37 milyar (Rp37.195.416.000) menggunakan PT PP.

Asep menerangkan para tersangka dalam perkara ini juga melakukan pengaturan sehingga hanya rekanan tertentu yang bisa menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan.