Bakal Calon Gubernur (Cagub) Jakarta, Ridwan Kamil mengaku tidak masalah dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, dalam putusan tersebut memungkinkan partai dapat mengusung kadernya untuk dimajukan dalam Pilkada serentak 2024.
“Saya tidak masalah karena dengan banyak sedikitpun selama itu sesuai aturan tentunya harus dilakoni,” kata Ridwan Kamil di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Pengalaman tersebut pernah dialaminya ketika mencalonkan diri menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jawa Barat. Bukan head to head, Ridwan Kamil mampu mengalahkan beberapa saingannya sekaligus.
“Waktu wali kota bandung saya delapan pasangan, banyak sekali, ada independennya juga. Waktu Pilgub Jabar, empat pasang, itu enggak ada masalah,” ujarnya.
Dengan melihat dinamika Pilgub Jakarta, Ridwan Kamil mengatakan siap untuk bersaing. Baginya, yang terpenting dalam kontestasi ini merupakan hasil akhir.
“Setelahnya yang penting guyub, solutif, jangan ada caci maki, hal-hal negatif anggap Pilkada itu adalah sebuah pesta demokrasi. Jadi tidak ada itu, garis tangan takdir Allah, kalau berhasil kita beradaptasi, kalau tidak berhasil kita juga beradaptasi, tugasnya itu,” ujarnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan oleh Partai Gelora dan Partai Buruh atas isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.
Melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengubah syarat pengusungan pasangan calon (paslon) Pilkada Serentak 2024.
Salah satu isinya, parpol di provinsi dengan penduduk 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, bisa mengusung calon jika memperoleh suara 7,5 persen. Dengan begitu, PDIP bisa mengusung kandidat sendiri pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Pasalnya, PDIP meraih 15 kursi dari total 106 kursi di DPRD DKI Jakarta periode 2024-2029.
Putusan dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Hakim mengabulkan sebagian gugatan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. Isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu:
Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.