Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak ikut menjadi pembangkang konstitusi, dengan tidak mematuhi putusah Mahkamah Konstitusi (MK).
Bivitri menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, untuk itu seharusnya KPU bisa langsung memberlakukan ke Peraturan KPU.
“Di sinilah letak kita juga bisa mengukur apakah KPU ikut menjadi pembangkang konstitusi atau penjaga konstitusi. Karena KPU bisa untuk tetap menjadi penjaga konstitusi,” kata Bivitri kepada wartawan, Rabu (21/8/2024).
Ia menerangkan bahwa KPU merupakan lembaga independen. Dengan itu, lembaga penyelenggara pemilu seharusnya mengikuti UU begitupun dengan putusan MK.
“Apalagi kalau perpu atau undang-undangnya itu melanggar putusan MK yang artinya melanggar konstitusi,” ujar dia.
“Jadi seharusnya KPU tidak melaksanakan perpu itu, dan langsung saja. Mereka bisa langsung bikin kok peraturan KPU yang hanya secara teknis, misalnya, mengatur misalnya soal formulirnya berubah. Udah tinggal itu. Jadi harusnya KPU langsung mengikuti putusan MK,” sambung Bivitri.
Sebagai informasi, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi (Awiek) membahas pembatasan usia calon gubernur (cagub) minimal 30 tahun saat pelantikan, sebagaimana tertera dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) nomor 72 yang menyebut, “Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
Pembahasan ini diwarnai dengan perdebatan fraksi atas putusan mana yang bakal menjadi dasar aturan tersebut. Pasalnya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk dilakukan pembatasan, sedangkan putusan Mahkamah Agung (MA) sepakat adanya pembatasan usia minimal 30 tahun saat pelantikan.
Seluruh fraksi lalu sepakat untuk menggunakan keputusan MA sebagai dasar ketentuan undang-undang. Hal ini disampikan oleh Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman.
“Tidak ada kewenangan-kewenangan MK menegasikan keputusan MA. Jadi keputusan MA tetap mengikat,” kata Habiburokhman di Ruang Rapat Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).