Tiga Buku yang Membantu Elon Musk Menjadi Visioner Teknologi dan Miliarder


Elon Musk, visioner di balik perusahaan-perusahaan seperti Tesla, SpaceX, dan X (sebelumnya Twitter) merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia teknologi. Kecintaan kepada buku menjadi inspirasinya sehingga bisa menjadi seperti sekarang.

Dikenal karena tujuan-tujuannya yang ambisius, seperti menjajah Mars dan menangani perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI), pemikiran inovatif dan kecakapan teknik Musk telah menarik perhatian global. Namun, banyak yang mungkin tidak menyadari bahwa perjalanan Musk untuk menjadi insinyur yang terkenal di dunia dimulai dengan kecintaannya pada membaca, khususnya fiksi ilmiah.

Ketertarikan Musk pada membaca dimulai sejak masa kecilnya. Tumbuh besar di Afrika Selatan, ia sering digambarkan sebagai anak pemalu dan canggung dalam bersosialisasi yang menemukan pelipur lara dalam buku. Menurut biografi Musk karya Walter Isaacson, ia akan membaca apa pun yang bisa ia dapatkan, mulai dari ensiklopedia hingga komik superhero. Namun, novel fiksi ilmiahlah yang benar-benar memikatnya dan memicu imajinasinya.

Di antara sekian banyak buku yang memengaruhi Musk, tiga di antaranya menonjol sebagai yang paling signifikan: “The Moon is a Harsh Mistress” karya Robert Heinlein, seri “Foundation” karya Isaac Asimov, dan “The Hitchhiker’s Guide to the Galaxy” karya Douglas Adams. Buku-buku ini tidak hanya menghibur Musk muda, tetapi juga menanam benih bagi ide-ide inovatif dan perusahaan-perusahaan yang kemudian ia ciptakan.

Buku ‘The Moon is a Harsh Mistress’

Diterbitkan pada tahun 1966, “The Moon is a Harsh Mistress” karya Robert Heinlein adalah karya fiksi ilmiah klasik yang mengeksplorasi tema pemberontakan, kecerdasan buatan, dan etika teknologi. Ceritanya berpusat di sekitar komputer super bernama Mike, yang memperoleh kesadaran dan membantu para tokoh utama dalam perjuangan mereka untuk kebebasan dan akhirnya mengorbankan dirinya sendiri demi tujuan tersebut.

Bagi Musk, buku ini merupakan pengaruh yang mendalam. Menurut Isaacson, buku ini membuatnya merenungkan apakah AI dapat menjadi kekuatan untuk kebaikan atau ancaman potensial bagi umat manusia. Pemahaman awal terhadap konsep AI dan implikasi moralnya ini kemudian menjadi dasar pendekatan Musk yang hati-hati terhadap pengembangan AI dan advokasinya untuk praktik AI yang etis.

Buku ‘Foundation’

Pengaruh penting lainnya bagi Musk adalah seri “Foundation” karya Isaac Asimov, kumpulan buku yang membahas kompleksitas robotika, matematika, dan masa depan peradaban. Inti dari seri ini adalah “Tiga Hukum Robotika” karya Asimov yang terkenal, dengan fokus khusus pada Hukum Ke-nol, yang menyatakan: “Robot tidak boleh membahayakan manusia, atau, dengan tidak bertindak, membiarkan manusia terluka.”

Ide-ide ini sangat menyentuh hati Musk, menginspirasinya untuk mengejar eksplorasi ruang angkasa dan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk kemajuan umat manusia. Musk sering menyebut seri “Foundation” sebagai kekuatan pendorong di balik karyanya di SpaceX, di mana ia bertujuan untuk membuat perjalanan ruang angkasa dapat diakses dan aman bagi generasi mendatang. Dalam tweet tahun 2018, Musk bahkan menyebut Hukum Ke-nol sebagai “fundamental” untuk penciptaan SpaceX.

Buku ‘The Hitchhiker’s Guide to the Galaxy’

“The Hitchhiker’s Guide to the Galaxy” karya Douglas Adams adalah eksplorasi yang lucu dan menggugah pikiran tentang pertanyaan-pertanyaan eksistensial, makna hidup, dan hakikat alam semesta. Bagi Musk, buku ini memberikan pelarian yang sangat dibutuhkan dari tantangan masa remaja dan membantunya menavigasi perjuangan eksistensialnya.

Kisah ini mengikuti seorang manusia yang diselamatkan oleh sebuah pesawat ruang angkasa tepat sebelum bumi hancur. Saat melakukan perjalanan melalui galaksi, ia bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang kehidupan dan keberadaan.

Salah satu adegan paling terkenal dalam buku ini melibatkan sebuah superkomputer yang bertugas menjawab pertanyaan utama tentang kehidupan, alam semesta, dan segalanya—hanya untuk menjawab dengan jawaban yang samar: “42.” Gagasan tentang tidak sepenuhnya memahami pertanyaan yang kita ajukan ini melekat pada Musk dan memengaruhi pendekatannya terhadap pemecahan masalah dan inovasi.

Musk juga tertarik dengan saran buku tersebut bahwa kita mungkin hidup dalam simulasi yang dikendalikan oleh makhluk yang lebih tinggi, sebuah gagasan yang terus membuatnya terpesona sepanjang hidupnya.

Pengaruh karya-karya klasik fiksi ilmiah ini terhadap Elon Musk tidak dapat dilebih-lebihkan. Karya-karya tersebut membentuk pandangan dunianya, memicu imajinasinya, dan menyediakan kerangka kerja bagi proyek-proyek ambisius yang akan dilakukannya di kemudian hari. 

Baik itu menjajah Mars, mengembangkan AI secara bertanggung jawab, atau menjelajahi misteri alam semesta, usaha-usaha Musk berakar kuat pada pelajaran dan ide-ide yang diserapnya dari buku-buku ini.

Fiksi ilmiah, dengan perpaduan antara cerita imajinatif dan pertanyaan etika yang mendalam, memainkan peran penting dalam mengubah seorang anak yang kutu buku dan tertutup menjadi salah satu insinyur dan pengusaha paling berpengaruh di zaman kita. Perjalanan Musk merupakan bukti kekuatan sastra untuk menginspirasi, menantang, dan pada akhirnya mengubah cara kita melihat dunia.