Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi atau Awiek membantah pihaknya menyewa beberapa influencer untuk memulihkan nama baik DPR RI.
Pasalnya, setelah Baleg DPR RI mengesahkan untuk membahas revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada ke tingkat selanjutnya, tidak sedikit masyarakat yang memberi kritik dan hujatan.
“Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada. Dan kalau itu benar harus diusut. Tidak benar. Tidak ada apalagi pimpinan baleg untuk buzzer-buzzeran itu tidak ada,” kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2024).
Awiek menjelaskan pihaknya tidak melakukan pembelaan apapun setelah publik menghujatnya. Hal ini dapat dibuktikan ketika mengetahui dirinya menjadi sasaran netizen usai memimpin rapat revisi RUU Pilkada.
“Jadi tidak ada anggota DPR menganggarkan untuk buzzer. Saya juga tadi di WA itu, kaget juga saya kok ada yang mengatasnamakan biro media itu apa itu kan? Foto dulu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Awiek turut membantah jika DPR RI mencoba menggiring opini publik. Menurutnya, publik bebas menyampaikan aspirasi mereka sebab Indonesia merupakan negara penganut demokrasi.
“Saya bilang aspirasi publik itu adalah hal yang biasa. Untuk didengarkan. Dan tidak perlu di counter-counter,” ucapnya.
Sebagai informasi, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi (Awiek) membahas pembatasan usia calon gubernur (cagub) minimal 30 tahun saat pelantikan, sebagaimana tertera dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) nomor 72 yang menyebut, “Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.
Pembahasan ini diwarnai dengan perdebatan fraksi atas putusan mana yang bakal menjadi dasar aturan tersebut. Pasalnya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk dilakukan pembatasan, sedangkan putusan Mahkamah Agung (MA) sepakat adanya pembatasan usia minimal 30 tahun saat pelantikan.
Seluruh fraksi lalu sepakat untuk menggunakan keputusan MA sebagai dasar ketentuan undang-undang. Hal ini disampaikan oleh Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman.
“Tidak ada kewenangan-kewenangan MK menegaskan keputusan MA. Jadi keputusan MA tetap mengikat,” kata Habiburokhman di Ruang Rapat Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).