Dokter forensik Rumah Sakit (RS) Bhayangkara, dr C Andryani mengatakan penentuan kasus sebagai tindakan bunuh diri harus ditetapkan oleh penyidik kepolisian melalui proses panjang dan didukung bukti.
“Penentuan bunuh diri bukan oleh wartawan atau desas-desus, tapi oleh penyidik Polri setelah dilakukan proses sidik-lidik sesuai peraturan perundangan,” ujarnya seperti dikutip Inilahjateng, Jumat (30/8/2024).
Hal tersebut disampaikan menanggapi meninggalnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Undip, Dokter Aulia Risma Lestari beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan suatu kematian disebut dengan bunuh diri harus didukung dengan bukti dan harus melalui proses, serta tindakan kepolisian.
“Perlu juga dicari adanya niat untuk bunuh diri,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komite Pusat Solidaritas Penyelamat Citra Profesi (KPSPCP) dr. Daeng Mohammad Faqih mengatakan bahwa peristiwa meninggalnya Dokter Aulia harus direspons secara serius dan hati-hati.
Sebagai usaha menjaga citra profesi kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) diminta untuk dapat bersikap tegas dalam menyikapi kasus tersebut.
Daeng mengatakan bahwa peristiwa yang menyebabkan wafatnya mahasiswi PPDS Anestesi FK Undip ini menjadi kasus yang serius.
Namun, dia mengingatkan, dalam merespons dalam bentuk pernyataan, keputusan maupun tindakan harus disampaikan secara hati-hati dan jangan sampai melebihi dari ranah hukum yang bukan menjadi areal profesi sebagai dokter.
“Bagi keluarga korban pasti ini menimbulkan kesedihan mendalam dan kemarahan. Bagi masyarakat secara umum, pasti akan menimbulkan kemarahan dan kutukan kepada siapa saja yang menyebabkan hilangnya nyawa,” ujarnya.
Untuk itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI periode 2018-2021 itu mengatakan persoalan tersebut harus ditangani secara serius dan hati-hati, serta jangan sampai direspons melebihi ranah kedokteran.