Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) harus lebih fokus dan tepat sasaran dalam memburu obligor BLBI. Agar uang yang bisa kembali ke kas negara bisa maksimal.
Pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho mengingatkan Satgas BLBI untuk menjaga komitmen dalam menangani dan menyelesaikan skandal perbankan terbesar di Indonesia, merugikan negara Rp138 triliun.
“Saya kira, itu (dana BLBI) adalah uang rakyat. Saat ini rakyat sedang susah. Jadi, kejar terus uang rakyat yang dimakan para obligor itu. Tidak boleh utang tidak dibayar. Harus dibayar segera,” ujar Hardjuno di Jakarta, Sabtu (31/8/2024).
Beberapa waktu lalu, kasus BLBI kembali mencuat. Mantan Ketua DPR, Marzuki Alie memprotes rencana Satgas BLBI menyita aset pemegang saham Bank Centris.
Menurut Hardjuno yang kandidat doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, mengatakan, kasus Bank Centris ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi Satgas BLBI.
Saat ini, kata Hardjuno, Satgas BLBI memiliki tanggung jawab besar dalam menindaklanjuti obligor-obligor yang jelas-jelas terbukti mengemplang dana BLBI.
Namun, kata mantan Staf Ahli Pansus BLBI DPD RI itu, jika Satgas BLBI menyasar pihak-pihak yang tidak ada kaitannya dengan BLBI, seperti yang terjadi pada Bank Centris, menjadi sebuah kesalahan serius yang bisa merusak kepercayaan publik.
“Satgas BLBI harus bekerja berdasarkan bukti-bukti yang sah dan kuat. Bukan berdasarkan asumsi atau dokumen yang meragukan. Jika tidak ada bukti bahwa Bank Centris atau pemiliknya, Pak Andre, menerima dana BLBI atau menjadi obligor, maka penyitaan aset tanpa dasar hukum yang jelas itu, harus dihentikan,” kata Hardjuno.
Dalam menjalankan tugasnya, kata dia, Satgas BLBI tidak boleh bertindak semena-mena terhadap masyarakat, apalagi terhadap mereka yang tidak terlibat dalam kasus BLBI.
Menurut Hardjuno, semua tindakan yang diambil oleh pejabat negara harus berdasarkan hukum yang jelas dan transparan.
“Penyitaan aset tanpa bukti yang jelas hanya akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah. Satgas BLBI harus benar-benar memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sudah berdasarkan dokumen dan fakta yang valid, bukan dokumen palsu atau informasi yang tidak akurat,” lanjut Hardjuno.
Hardjuno pun mempertanyakan peran Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam memastikan bahwa proses penegakan hukum terkait BLBI, berjalan dengan adil dan transparan.
“Sebagai pejabat negara, Sri Muyani harus terbuka dan mau mendengar suara masyarakat. Jangan sampai kekuasaan yang besar membuat pejabat lupa bahwa mereka ada untuk melayani rakyat, bukan sebaliknya,” tegasnya.