Menteri Keuangan Sri Mulyani termasuk salah satu pejabat negara yang tak percaya bahwa deflasi selama 4 bulan berurutan atau sejak Mei hingga Agustus 2024, pertanda anjloknya daya beli.
Dia mengatakan, berdasarkan pengukuran inflasi inti atau core inflation, tidak terlihat adanya penurunan daya beli. “Kalau lihat dari inflasi inti masih positif. Mungkin bukan dari situ (daya beli yang turun),” kata Sri Mulyani di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2024).
Deflasi ini, kata sri Mulyani, lebih disebabkan suksesnya pemerintah menurunkan harga pangan. Sejauh ini, pemerintah melakukan banyak upaya agar harga pangan bisa turun, sehingga tidak memicu inflasi.
“Kalau deflasi berasal dari harga pangan, itu kan memang diupayakan oleh pemerintah untuk menurunkan, terutama kan waktu itu inflasi dari unsur harga pangan kan cukup tinggi terutama dari beras, kemudian El Nino,” ujarnya.
Jika penurunan harga atau deflasi terjadi karena harga pangan turun, menurut Sri Mulyani, itu tren yang positif. Namun, pemerintah tetap perlu waspada untuk mencermati pergerakan inflasi di masa depan.
“Tetapi kita akan tetap waspada ya. Kalau kita lihat inflasi inti masih cukup bagus dan masih tumbuh. ya itu oke,” pungkasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi Agustus 2024 sebesar 0,03 persen secara bulanan. Sedangkan secara tahunan (year on year/yoy) mencatatkan inflasi 2,12 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengatakan, fenomena ini merupakan deflasi keempat yang dialami Indonesia sepanjang 2024.
“Pada Agustus 2024, terjadi deflasi sebesar 0,03 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 pada Agustus 2024,” katanya dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2024).
“Deflasi Agustus 2024 ini lebih rendah dibandingkan Juli 2024, dan merupakan deflasi keempat pada 2024,” tambah Pudji.
Pada Juli 2024, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,18 persen secara bulanan. Di lain sisi, secara tahun kalender atau year to date (ytd) terjadi inflasi sebesar 0,87 persen pada Agustus 2024.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, punya pandangan lain. Dia bilang, deflasi selama 4 bulan berturut-turut sejak Mei hingga Agustus 2024, mencerminkan pelemahan daya beli.
Kondisi ini, dia prediksikan bakal berlanjut hingga September 2024. Pemicunya, daya beli khususnya kelas menengah, semakin tergerus. Karena banyak kelas menengah yang turun kasta ke rentan miskin.
“Deflasi masih akan berlanjut sampai bulan September. Rendahnya dorongan inflasi sisi permintaan, ditambah melandainya harga pangan menjadi penyebab utama deflasi. Kelas menengah yang jumlahnya menyusut membuat demand pull inflation mengecil,” papar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira.
Dia bilang, deflasi yang saat ini berlangsung sejak Mei hingga Agustus 2024, bukan indikator perekonomian yang baik bagi Indonesia yang memiliki 47,8 juta orang kelas menengah.
“Negara berkembang yang alami deflasi menunjukkan kondisi konsumsi rumah tangganya melemah. Deflasi menjadi sinyal ekonomi sulit tumbuh di atas 5 persen,” ungkapnya.