Gonjang-ganjing skema subsidi tiket KRL Jabodetabek berbasis nomor induk kependudukan (NIK) masih belum reda. Berdasarkan Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025, rencana tersebut bakal dijalankan tahun depan.
Karena menyangkut BUMN (PT KAI), Menteri BUMN Erick Thohir buka suara. Dia bilang, Kementerian BUMN belum diajak bicara oleh kementerian terkait. Dalam hal ini, PT KAI adalah induk dari PT KAI Commuter yang menjadi operator kereta api rel listrik (KRL).
“Kami belum, belum (bahas wacana subsidi berbasik NIK). Kan biasanya ada ratasnya (rapat terbatas di Istana Kepresidenan), kan kami mengikuti,” kata Erick, Jakarta, dikutip Selasa (3/9/2024).
Erick menjelaskan, pada dasarnya kebijakan mengenai subsidi tarif KRL tak dibuat oleh Kementerian BUMN. Subsidi tarif KRL merupakan penugasan negara yang dijalankan oleh KAI dan KAI Commuter.
Meski kebijakan yang ditetapkan pemerintah akan dijalankan BUMN sebagai penugasan, tentunya akan dikomunikasikan dengan Kementerian BUMN dan dibahas bersama.
“Seperti Kereta Api, kalau memang ada kebijakan seperti itu, ya saya rasa harus duduk bersama. Dan saya selalu mendukung kebijakan apapun yang diambil pemerintah, karena kami kan bagian dari pemerintah. Jadi kita tidak pernah bilang salah dan benar,” jelas Erick.
Untuk diketahui, selama ini, seluruh tiket KRL Jabodetabek disubsidi pemerintah dalam bentuk public service obligation (PSO), sehingga pemberian subsidi dilakukan secara merata kepada seluruh penumpang KRL.
Namun dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR terdapat wacana pemberian subsidi tarif KRL berdasarkan NIK.
“Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” seperti dikutip dari Buku Nota Keuangan 2025.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati menerangkan, rencana tersebut mencuat sejak 2023, namun sampai saat ini belum direalisasikan.
Rencana ini, kata dia, kembali didorong pemerintah dengan memasukkannya dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025.
“Di 2025 memang ada banyak penurunan alokasi APBN. Salah satunya kan pasti konsekuensinya ada juga subsidi atau keperintisan yang itu harus disesuaikan. Makanya ini sebenarnya selaras dengan rencana untuk tarif KRL berbasis NIK itu supaya tepat sasaran karena memang keterbatasan dananya,” jelas Adita.
Penolakan atas rencana penetapan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek berbasis NIK terus disuarakan warganet di media sosial (medsos) X.
Berseliweran poster penolakan dengan narasi: “Sudah sesak tambah dipalak, tolak skema subsidi KRL berbasis NIK”.
Mayoritas komentar menyatakan tak setuju atas adanya perbedaan tarif. Sebab transportasi umum seharusnya terbuka untuk siapa pun serta mudah diakses oleh masyarakat luas tanpa memandang kelas ekonomi.
Misael S, salah satu pendiri Jalur5 Community, termasuk yang tak setuju kalau rencana itu dijalankan karena dianggap tidak jelas landasannya dan bisa memicu keributan.
“Di mana-mana transportasi massa itu tarifnya satu dan sama, mau kaya atau miskin enggak dibeda-bedakan. Jadi saya bingung dan kaget akan ada pemisahan tarif subsidi bagi yang kurang mampu, padahal layanannya sama,” ujar Misael.