Belum selesai urusan akses serta infrastruktur sampai dugaan korupsi anggaran, gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumatera Utara (Sumut) kembali disambar isu tak sedap.
Sejumlah video di media sosial jadi perbincangan yang menampilkan konsumsi atlet PON selama di Aceh Sumut, dengan kondisi yang memprihatinkan.
Dari video yang beredar, isi nasi kotak untuk atlet sangat minimalis padahal anggarannya bombastis! untuk satu kotaknya anggarannya capai Rp50 ribu.
Berdasarkan data yang ada, biaya konsumsi PON Aceh-Sumut ini mencapai Rp42,37 miliar, terbagi dari dua item belanja yakni Rp11,472 miliar snack atlet dan Rp30,898 miliar lebih untuk makan (nasi) atlet.
Dalam kontraknya, untuk makan atlet dibeli sebanyak 607.035 kotak, dengan harga per kotaknya Rp50.900, sehingga total anggarannya mencapai Rp30,898 miliar.
Kemudian, untuk snack atlet juga dibelanjakan sebanyak 607.035 snack, dengan harga per itemnya Rp18.900, maka total dananya sebesar Rp11,472 miliar.
LSM Antikorupsi Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh untuk melakukan audit investigasi terhadap pengadaan konsumsi.
“Kalau kita lihat fakta di lapangan, ada potensi mark up harga, kita duga sudah terjadi sejak perencanaan,” ujar kata Koordinator MaTA, Alfian dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024).
Alfian menuturkan, standar harga makanan di Aceh, untuk nasi hanya sebesar Rp30 ribu per kotak. Sedangkan snack paling sekitar Rp10 ribu. Belum lagi, banyak keluhan terkait nasi yang sudah basi dan terlambat sampai ke atlet.
“Kalau dari sisi satuan harga nasi, satuan harga snack, jelas terjadi mark up di proses perencanaan sudah terjadi mark up. Termasuk di kontrak sudah jelas kemahalan harganya, baik dari sisi pengadaan makanan maupun snack,” katanya.
Sebelumnya, Menpora Dito Ariotedjo juga mengaku telah menerima keluhan dari para atlet terkait pelayanan konsumsi pada pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumatera Utara 2024.
Namun, dirinya juga mengingatkan bahwa keluhan mengenai konsumsi hampir selalu menjadi isu dalam penyelenggaraan ajang olahraga, tidak hanya tingkat nasional tetapi juga internasional.
“Kemarin di Olimpiade Paris, ini (keluhan makanan) menjadi isu yang sangat besar juga. Bukannya kami membela, tapi ini harus diketahui seluruh orang. Bayangkan, kita ada 38 perwakilan provinsi dan itu sangat beragam. Satu provinsi juga banyak atletnya. Jadi, ini isu harus kita hadapi. Tapi, saya apresiasi apa yang dilakukan oleh PB PON dan khususnya Pemprov Aceh yang cepat menanggapinya,” kata Dito Ariotedjo.