Menuju Ekonomi Meroket, Ekonom: Sudah Benar BI Turunkan Suku Bunga Acuan


Perkembangan terbaru dalam kebijakan moneter Indonesia ditandai dengan langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen pada Rabu (18/9/2024).

Selain penurunan suku bunga acuan, BI menurunkan suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility masing-masing 25 bps, menjadi 5,25 persen dan 6,75 persen.

“Kebijakan penurunan suku bunga ini, akan menjadi salah satu upaya untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Dengan memberikan stimulus tambahan untuk sektor riil agar bangkit kembali,” kata ekonom UPN Veteran, Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH), Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Penurunan BI rate ini, menurut dia, akan mengurangi beban biaya utang, baik bagi sektor usaha maupun rumah tangga. Sehingga bisa meningkatkan aktivitas investasi dan konsumsi dalam menopang perekonomian nasional.

“Langkah ini menjadi bagian dari strategi BI untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung pertumbuhan inklusif di tengah ketidakpastian ekonomi global, seperti fluktuasi harga komoditas dan perubahan kebijakan moneter di negara maju,” kata ANH.

Namun, langkah BI ini menimbulkan berbagai pertanyaan dan perdebatan terkait efektivitas dalam menghadapi kondisi eksternal dan implikasinya terhadap nilai tukar rupiah. Di satu sisi, kebijakan ini dianggap positif karena memberikan dorongan kepada kelas menengah dan dunia usaha. “Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa penurunan suku bunga berdampak kepada derasnya modal asing keluar, dan melemahnya nilai tukar rupiah,” ungkapnya.

ANH menyampaikan, kekhawatiran akan larinya investor akibat penurunan BI rate, tidak perlu dilebih-lebihkan. Saat ini, kondisi ekonomi eksternal penuh ketidakpastian dan banyak negara mengalami tekanan ekonomi.

Di tengah situasi seperti ini, investor yang masih bertahan di Indonesia adalah yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap iklim bisnis dan potensi ekonomi Indonesia. “Mereka telah memperhitungkan risiko dan prospek dalam jangka panjang, bukan hanya dalam perspektif jangka pendek,” imbuhnya.

Selain itu, investor yang memiliki pandangan jangka panjang memahami bahwa penurunan suku bunga adalah bagian dari upaya memperkuat ekonomi domestik.

“Dengan ekonomi yang lebih kuat, stabilitas makroekonomi akn lebih terjaga, yang pada akhirnya akan mendukung kinerja investasi mereka,” kata ANH.

Sebaliknya, kata ANH, mempertahankan suku bunga tinggi dalam situasi saat ini, justrru menekan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi minat investasi baru.

“BI juga memiliki sejumlah instrumen untuk menjaga nilai tukar rupiah, seperti intervensi pasar valas dan pengelolaan cadangan devisa yang cukup,” pungkasnya.