Perekonomian Buruk di Ujung Periode Jokowi, Publik Soroti PHK Massal hingga Daya Beli Lesu


Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi memaparkan temuan terbarunya soal kondisi ekonomi Indonesia di ujung masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hasilnya perekenomian memburuk, terindikasi dari munculnya fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan deflasi.

Temuan survei menyatakan, publik yang menilai kondisi ekonomi baik hanya sebesar 29,6 persen, sedang atau tidak ada perubahan 44,8 persen, dan yang menganggap buruk sebanyak 24,9 persen.

“Yang menyatakan buruk saat survei 3-11 Juli 2024 22,7 persen, meningkat di survei kali ini menjadi 24,9 persen. Dan itu kebetulan muncul isu berkaitan dengan PHK di beberapa tempat,” tutur Burhanuddin secara virtual dalam rilis survei bertajuk ‘Evaluasi Publik terhadap 10 Tahun Pemerintahan Presiden Jokowi’, dipantau di Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Kemudian, ia menambahkan, juga ada isu berkaitan dengan kelesuan ekonomi, daya beli yang dinilai mulai melemah, serta deflasi yang berlangsung pada 4-5 bulan belakangan. “Jadi memang tren mereka yang mengatakan kondisi ekonomi nasional memburuk, itu meningkat,” ujarnya.

Sementara publik yang mengatakan kondisi ekonomi baik mengalami penurunan dari 32,4 menjadi 29,6 persen. Meskipun sebagian besar mengatakan sedang, dalam artian tidak ada perubahan.

“Jadi ini lagi-lagi indikator yang dipahami sekaligus menjadi perhatian pemerintah, terutama pemerintah yang akan datang karena sebentar lagi mereka akan dilantik yaitu pak Prabowo-Gibran,” tegasnya.

Ia mengingatkan, bila tren negatif ini terus berlanjut, kemungkinan akan punya impact terhadap approval rating bagi presiden baru. “Sekarang saja mulai ada impact-nya apalagi nanti kalau tidak bisa diatasi segera,” ucap dia.

Sementara itu, Peneliti Utama Indikator Politik Rizka Halida memaparkan temuan soal kondisi politik saat ini di pemerintahan Presiden Jokowi. Hasilnya, sebesar 32,7 persen menyatakan baik, sementera yang menganggap sedang sebesar 43,4 persen, dan buruk 18,5 persen.

Dilihat dari trennya, kata dia, publik yang menyatakan baik pada survei periode 3-11 Juli 2024 sebesar 35,8 persen dan kini turun menjadi 32,7 persen. Sementara yang menyatakan buruk, trennya meningkat dari survei 3-11 Juli 2024 dari 16 persen meningkat menjadi 18,5 persen.

Indikator Politik menyebut dari data ini dapat disimpulkan, kondisi politik juga sedang tidak baik-baik saja. Pada kondisi pemberantasan korupsi, publik juga lebih banyak yang menilai buruk sebesar 37,7 persen, sedang 31,7 persen, dan baik 25,7 persen.

Sekadar catatan, survei dilakukan periode 22 hingga 29 September 2024. Jumlah responden sebanyak 1.200 warga Indonesia. Adapun sampel tambahan diambil dari 11 provinsi terbesar yakni Sumut, Riau, Sumsel, Lampung, Banten, Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel.

Masing-masing wilayah jumlah respondennya 300, sementara Sumbar menjadi 200 responden. Survei menggunakan metode survei multistage random sampling. Adapun margin of error sekitar 2,3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.