Deflasi 5 Bulan Pertanda Dompet Kelas Menengah Boncos, Pernyataan Pejabat BI Menyakiti Rakyat


Awal pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan adanya deflasi pada September 2024 sebesar 0,12 persen. Deflasi ke-5 secara berturut-turut ini, pertanda beban hidup kelompok menengah ke bawah semakin berat.

Seperti disampaikan ekonom dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, fenomena deflasi bulan September 2024 sebesar 0,12 persen, atau deflasi kelima secara berturut-turut ini,, menandakan daya beli kelas pekerja semakin terpuruk.

“Itu pertanda, masyarakat kelas pekerja sudah tidak punya uang lagi untuk berbelanja,” kata Andri, Jakarta, dikutip Jumat (4/10/2024).

Masih menurut Andri, deflasi beruntun ini, menjadi indikator bahwa pendapatan atau uang di masyarakat, semakin sulit didapatkan. Sederhananya, masyarakat kelas menengah semakin boncos.

“Jadi uang semakin sedikit itu bukan karena masyarakat tidak ingin berbelanja, tapi karena memang pendapatannya sudah turun. Itu indikasi yang sangat jelas dari kondisi deflasi saat ini,” jelas kata Andri.

Di sisi lain, pernyataan Manajer Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Farisan Aufar yang meminta masyarakat lebih banyak berbelanja, cukup menyakitkan. Kalau tak mau disebut asal bunyi alias asbun.

Logikanya, masyarakat kelas pekerja saat ini, untuk belanja seperlunya saja sudah susah. Apalagi untuk belanja yang berlebih?

Saat ini, banyak pekerja terpaksa menganggur, karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kementerian Ketanagakerjaan (Kemnaker)  mencatat ada 53 ribu pekerja terkana PHK periode Januari-Agustus 2024. Otomatis, kemampuan keuangan mereka semakin terbatas yang berimplikasi kepada pengetatan belanja.

Atau jangan-jangan, BI mendorong masyarakat berhubungan dengan pinjaman online (pinjol) yang bunganya mencekik leher. Agar bisa belanja banyak-banyak. Demi menyelamatkan perekonomian nasional tapi dirinya tak selamat.

“Karena pertumbuhan ekonomi Indonesia itu di-drive (didorong) konsumsi rumah tangga. Jadi kami harap teman-teman lebih banyak spending (belanja). Karena, spending is helping (membantu) di ekonomi,” ujar Farisan, dikutip dari kanal YouTube BI, Minggu (29/9/2024).

Pada Selasa (1/10/2024), Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengumumkan terjadinya deflasi September 2024 sebesar 0,12 persen, atau deflasi kelima berturut-turut sejak Mei 2024.  

“Secara historis, deflasi September 2024 merupakan deflasi terdalam dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir, dengan tingkat deflasi sebesar 0,12% (month to 
month),” jelas Amalia.

Secara bertutur-turut selama 2024, deflasi pertama terjadi pada Mei sebesar 0,03 persen, berlanjut semakin pada Juni sebesar 0,08 persen, membaik 0,03 persen pada Agustus dan kembali anjlok 0,12 persen pada September.

“Deflasi yang terjadi dalam lima bulan terakhir ini, secara umum disumbang oleh turunnya harga komoditas bergejolak,” kata Amalia.