Sempat dikabarkan tewas, pemimpin Hamas Yahya Sinwar ternyata masih hidup. Sinwar, yang memimpin Hamas setelah Ismail Haniyeh gugur, bahkan memperbarui kontak dengan mediator Qatar. Ini diungkap berbagai sumber, termasuk Al-Arabiya, Daily Mail, dan The Jerussalem Post.
“Baru-baru ini, seorang diplomat senior Qatar mengatakan bahwa laporan tentang kontak langsung adalah salah, dan semua upaya negosiasi telah dilakukan melalui tokoh politik senior Hamas, Khalil al-Hayah,” kata The Jerusalem Post, seperti dikutip Rabu (9/10/2024).
“Berbicara secara eksklusif kepada The Jerusalem Post, diplomat tersebut mengklarifikasi bahwa semua upaya mediasi dilakukan secara eksklusif melalui perwakilan dari kantor politik Hamas di Doha,” lanjut laporan itu
Selama 15 hari terakhir, Israel telah menyelidiki kemungkinan bahwa Sinwar tewas dalam serangan roket pada 21 September yang menghantam sebuah sekolah, yang menampung warga Palestina yang mengungsi di Kota Gaza.
Militer Israel mengatakan serangan itu menargetkan pusat komando Hamas. Tetapi otoritas kesehatan Palestina mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak termasuk di antara 22 orang yang tewas dalam serangan itu.
Informasi tewasnya Sinwar juga dikatakan intelijen militer, sebagaimana dilaporkan oleh jurnalis Israel Ben Caspit. Sinwar diyakini sebagai dalang di balik serangan 7 Oktober terhadap Israel, yang memicu pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan perang ke Gaza.
Sosok Yahya Sinwar
Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin politik barunya menggantikan Ismail Haniyeh yang tewas terbunuh di Teheran. Sosok Sinwar dijuluki ‘dead man walking’ atau ‘orang mati berjalan’.
Dengan memilih Sinwar sebagai kepala kelompok, Hamas ‘mengirim pesan yang kuat kepada pendudukan bahwa Hamas melanjutkan jalur perlawanannya’.
Sinwar dituduh mendalangi serangan kelompok tersebut pada 7 Oktober 2023, yang terburuk dalam sejarah Israel, yang menewaskan 1.198 orang dan menyandera 251 orang menurut penghitungan AFP dan angka resmi Israel.
Setelah serangan 7 Oktober, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menyebut Sinwar sebagai ‘wajah kejahatan’ dan menyatakannya sebagai ‘orang mati yang berjalan’. Meskipun Sinwar tidak terlihat lagi sejak saat itu.
![post-cover](https://i1.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/10/hamas_sinwar2_7065922f08.jpg)
Sinwar lahir pada tahun 1962 di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan. Ia bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmad Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu intifada Palestina pertama dimulai pada tahun 1987.
Sinwar mendirikan aparat keamanan internal kelompok tersebut pada tahun berikutnya dan kemudian memimpin unit intelijen yang didedikasikan untuk mengusir dan menghukum tanpa ampun –terkadang membunuh– warga Palestina yang dituduh memberikan informasi kepada Israel.
Ia merupakan lulusan Universitas Islam di Gaza. Ia mempelajari bahasa Ibrani dengan sempurna selama 23 tahun di penjara Israel dan disebut memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya dan masyarakat Israel.
Ia pernah menjalani empat hukuman seumur hidup atas pembunuhan dua tentara Israel, ketika menjadi yang paling senior dari 1.027 warga Palestina yang dibebaskan sebagai ganti tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2011.
Sinwar kemudian menjadi komandan senior di Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militer Hamas, sebelum mengambil alih kepemimpinan keseluruhan gerakan di Gaza.
Sementara pendahulunya, Haniyeh, telah mendorong upaya Hamas untuk menampilkan wajah moderat kepada dunia, Sinwar lebih suka memaksakan masalah Palestina ke depan dengan cara yang lebih keras