Jadi Senjata Makan Tuan, Perang Bikin Ekonomi Israel Terpuruk


Perekonomian Israel tumbuh lebih lambat pada kuartal II-2024 dibandingkan perkiraan sebelumnya. Hal ini terlihat dari data yang dirilis Selasa (15/10/2024).

Melansir Reuters, Rabu (16/10/2024), Biro Statistik Israel mengatakan dalam estimasi ketiganya bahwa produk domestik bruto (PDB) naik sebesar 0,3 per tahun pada periode April-Juni. Angka ini turun dari 0,7 persen yang dilaporkan sebulan lalu dan dari 1,2 persen awal yang dipublikasikan pada Agustus.

Disebutkan perang Israel melawan kelompok pejuang kemerdekaan Palestina, Hamas, di Jalur Gaza terus membebani pertumbuhan ekonominya.

Adapun perekonomian ditopang oleh kenaikan belanja konsumen dan negara serta investasi dalam aset tetap, sementara ekspor turun.

Bank Israel pada pekan lalu memangkas estimasi pertumbuhan ekonomi Israel pada tahun 2024 menjadi 0,5 persen dari estimasi sebelumnya sebesar 1,5 persen.

Seiring dengan melemahnya ekonomi, inflasi telah melonjak dan pejabat bank sentral telah memperingatkan kemungkinan kenaikan suku bunga. Bank mempertahankan suku bunga tetap minggu lalu untuk pertemuan kebijakan keenam berturut-turut.

Pertumbuhan PDB kuartal pertama tidak direvisi sebesar 17,2 persen, karena perekonomian bangkit kembali dari kontraksi tajam pada kuartal keempat tahun 2023 ketika perang dimulai.

Pekan lalu, Anadolu Agency melaporkan peperangan yang dilakoni Israel selama satu tahun terakhir telah membuat aktivitas ekonomi Negeri Zionis itu melemah. Tercatat, Israel telah mengalami gelombang kebangkrutan, dengan sejumlah besar warganya juga memutuskan untuk ‘kabur’ dari negara itu.

Biaya ekonomi dari rentetan serangan brutal Israel di Jalur Gaza diyakini mencapai lebih dari US$67 miliar (sekitar Rp1.051 triliun). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Israel hanya 0,7 persen pada kuartal II-2024, jauh di bawah perkiraan 3 persen.

“Harga-harga tinggi. Standar hidup menurun. Terjadi inflasi. Terjadi penurunan nilai mata uang Israel,” kata ekonom politik Israel, Shir Hever, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (10/10/2024).

Dia juga menyebut investasi asing telah mengering, dengan lebih dari 85.000 orang keluar dari angkatan kerja dan 250 ribu lainnya mengungsi. Hever mengatakan, jumlah orang yang pergi ini ‘tidak pernah terjadi sebelumnya’ dalam sejarah Israel.

Hever mengatakan, lebih dari 46.000 bisnis telah bangkrut selama perang ini. Ia juga menyebut bahwa tidak ada investasi yang masuk sejak perang Israel pecah pada 7 Oktober 2023 lalu.

Dia kemudian menyebut satu-satunya hal yang mencegah keruntuhan total ekonomi adalah bahwa kegiatan usaha harus menerus terus berjalan. Tak peduli dengan situasi perang yang justru makin genting.

“Orang-orang ingin mengadakan pemilihan umum. Mereka ingin mengadakan proses penyelidikan semua korupsi dan kasus-kasus. Namun, selama situasi militer dan keamanan begitu sulit dan begitu banyak hal dalam keadaan darurat, semua ini ditunda,” ujarnya lagi.

Menurut Hever, Israel juga saat ini sedang menghadapi sanksi dunia, menyusul keputusan Dewan Keamanan PBB serta Mahkamah Internasional (ICJ) yang meminta agar Tel Aviv menghentikan serangannya ke Gaza.

Perang dimulai saat milisi Gaza Palestina, Hamas, menyerang Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Hal ini memicu kampanye militer membabi buta rezim Zionis ke wilayah kantong Palestina itu, di mana manuver ini telah menewaskan lebih dari 42.000 warga sipil Gaza.

Ketegangan ini kemudian meluas karena Israel juga melancarkan serangan ke Lebanon untuk menumpas Hizbullah, yang juga terus menyerang Israel Utara sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas.

Aksi ini pun menarik Iran untuk masuk dalam peperangan, dengan meluncurkan ratusan rudal ke Israel pada pekan lalu. Sejumlah milisi seperti Houthi di Yaman serta sejumlah kelompok pro Iran di Irak juga melakukan hal serupa untuk menekan Tel Aviv.