Agar Setoran Pajak Maksimal, Pengamat: Prabowo Segera Bentuk Badan Penerimaan Negara


Berbagai pihak berharap Presiden Prabowo segera merealisasikan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang menjadi janji politik di Pemilu 2024. Langkah penting untuk mendongkrak penerimaan negara di tengah ancaman defisit anggaran.

Pengamat sosio ekonomi, Sumantri Suwarno meyakini, jika terbentuk BPN yang merupakan pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), memberikan efek positif terhadap keuangan negara.

“Ini penting segera dilakukan untuk mendongkrak dan mengelola penerimaan negara secara maksimal.,” paparnya di Jakarta, Minggu (20/10/2024).

Sumantri mengaku, sangat sepakat dan mengapresiasi rencana brilian Prabowo Subianto, membentuk BPN.

“Sangat bagus sekali ya (rencana pembentukan BPN). Saya rasa, secara konseptual, saya sama Pak Prabowo ini optimis ya, beliau punya konsep, beliau punya visi, beliau punya strategi. Tapi memang PR-nya di implementasi,” kata tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) itu.

Dia menyampaikan, jika pembentukan BPN bisa segera terwujud, maka akan terjadi integrasi dan terbangun capacity building dari lembaga tersebut.

“Sehingga memang dalam jangka menengah panjang akan terjadi efisiensi pengelolaan penerimaan negara, efisiensi itu maksudnya dalam prosesnya lebih mudah,” kata Sumantri. 

Dia meyakini, terbentuknya BPN berdampak kepada tingkat kesadaran masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam pelaporan aset, maupun kegiatan yang berpotensi menghasilkan penerimaan negara.

“Karena itu nanti semua sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak, non pajak seperti PNBP nanti akan diagregasi atau akan dikumpulkan oleh lembaga itu,” katanya.

Mengingatkan saja, Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan dalam dokumen Asta Cita untuk membentuk BPN, pemisahan DJP dan DJBC dengan Kemenkeu

Tujuan dari pembentukan badan tersebut, untuk memusatkan pendapatan negara dari sektor pajak, nonpajak, dan bea cukai dalam satu pintu. Penting untuk meningkatkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang saat ini hanya 10 persen, menjadi 23 persen.