Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani usai menjalani sidang perdana di PN Andoolo. (Foto: Antara/La Ode Muh Deden Saputra)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyoroti serius kasus yang menimpa Supriyani, seorang guru honorer yang dituduh menganiaya salah satu siswa sekolah dasar di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kasus tersebut tidak hanya menyentuh isu kekerasan di lingkungan sekolah, tetapi juga menyoroti pentingnya asas praduga tak bersalah dalam penegakan hukum.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati mendesak agar proses hukum berjalan dengan adil berdasarkan fakta yang ada.
Dia juga menekankan pentingnya keseimbangan dalam penanganan kasus kekerasan di lingkungan pendidikan serta pendekatan hukum yang adil bagi terduga pelaku.
“KemenPPPA akan memastikan hak-hak guru sebagai terduga pelaku tetap diperhatikan, sambil menjaga agar perlindungan anak sebagai korban tetap menjadi prioritas,” ujar Ratna dalam keterangan tertulisnya, diterima di Jakarta, Jumat (25/10/2024).
Ia juga menegaskan pentingnya pembentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) di setiap sekolah sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023.
Satgas tersebut bertujuan menjadi tempat pengaduan bagi korban kekerasan, baik fisik, mental, maupun seksual. “Layanan pengaduan ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar korban segera mendapatkan pendampingan Psikologis dan pendampingan hukum,” jelas Ratna.
Diketahui, kasus guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, Supriyani itu bermula saat dituduh menganiaya siswanya berinisial D (6), yang merupakan anak dari anggota Polsek Baito.
Berawal dari tuduhan itu, Supriyani dilaporkan orang tua D ke Polsek Baito, pada Kamis (26/4.2024) lalu dengan dugaan kekerasan terhadap siswanya.
Selang beberapa bulan, kasus tersebut terus bergulir di meja kepolisian, hingga dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan atau P21. Saat itu, pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap tersangka karena beberapa pertimbangan.
Akhirnya kasus kriminalisasi ini vira di media sosial usai pihak kejaksaan melakukan penahanan terhadap Supriyani di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kendari, pada Rabu (16/10/2024).